Perempuan Itu Tempatnya Bukan di Dapur Apalagi Cuma Kasur!
Cerpen
Kutipan Cerpen Perempuan Itu Tempatnya Bukan di Dapur Apalagi Cuma Kasur!
Karya pengenceritaaja
Baca selengkapnya di Penakota.id

Negara ini terlalu sibuk mengurusi hal yang remeh-temeh. Bahkan semakin kurang ajar dengan mengurusi urusan dalam negeri pasangan suami istri. Padahal, bisa saja mereka yang memprakarsai aturan-aturan tersebut, tidak lagi peduli dengan suami atau istrinya. Apalagi mengurusi.


.


Baru-baru ini perempuan - istri - sedang terancam disetubuhi oleh aturan yang meminta mereka hanya mengurusi rumah saja. Memang, apa salahnya perempuan yang memilih terjun ke bidang industri bahkan sampai seni? Jika hanya mengurusi rumah tangga, di sembarang tempat masih bisa terlaksana, asal semua terkendali dengan baik, bukan? Belum lagi ditambah beberapa tragedi yang terjadi.


.


Si A, wanita paruh baya dengan beberapa anak yang dipelihara, misalnya. Dia tidak selalu di rumah, bahkan menghabiskan banyak waktunya di pertokoan hingga jalanan. Bukan karena ia tak ingin mengurusi rumah dan melayani suaminya. Tapi kebutuhan keluarga dan sebuah tragedi yang memaksanya.


"Bagaimana saya bisa tenang mengurusi rumah. Suami saya saja entah ke mana sejak beberapa bulan lalu. Dia gak kasih saya yang sejak berbulan-bulan lalu. Kalau gak begini, mau makan apa?" Terangnya.


"Ya sebagai perempuan kan saya ini gak bodoh-bodoh banget. Masa iya cuma diam di rumah tunggu suami pulang. Pulangnya saja gak tahu kapan. Ingat sama kami juga belum tentu." Tambahnya lagi.


.


Cerita Si A membenturkan nalar kita pada sebuah fenomena tentang lelaki. Ada - saya bilang ada bukan berarti semua - lelaki yang tidak bertanggung jawab. Takut menghadapi kenyataan - akibat - dari segala hal yang dia lakukan. Mereka lebih memilih melarikan diri dan tidak peduli pada hal-hal yang telah dilahirkan saat ini. Si A, adalah korban kelemahan lelaki menghadapi hidup, hingga akhirnya berjuang sendiri mempertahankan kehidupan orang banyak.


.


Di tengah kota dengan beton-beton yang ditanam manusia dan menjulang tinggi di angkasa, Si B hidup bersama suaminya yang memiliki pendapatan yang luar biasa. Tapi, Si B memilih tetap bekerja. Tidak berdiam diri dan mengurusi seisi rumahnya. Tentu, jalan hidupnya ini menjadi pertanyaan. Kenapa begitu? Bukankah dia sudah jauh dari kata mapan? Suaminya bisa memberikan semua yang dia minta. Apalagi yang hendak dicari?


"Saya harus tetap menjaga penampilan agar suami saya bisa tetap mencintai saya seperti pertama kali kami berjumpa. Saya harus sebisa mungkin tetap - minimal - atau bahkan menjadi lebih baik." Kata Si B.


"Perempuan sekarang suka terlena. Mendapatkan suami yang serba ada, membuatnya berpikir bahwa segalanya bisa tinggal minta. Lalu di bagian mana perempuan menjadi seorang manusia yang merdeka? Yang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dengan segala usahanya? Saya sadar, suami saya bukan dewa yang akan hidup selamanya. Jika kelak dia tiada. Ke mana saya akan meminta?" Tuntas Si Bawah seraya tergesa-gesa masuk ke dalam bus.


.


Si B yang mapan seolah berusaha menyampaikan bahwa sebagai perempuan, mereka bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Semua bukan karena gengsi atau sekadar eksistensi semata. Baginya, dia harus mempersiapkan diri dengan kemungkinan terburuk. Berjuang sendirian.


.


Si C, salah seorang istri dari Dewan - entah yang ke berapa - masih setia berdiam di rumah dan mengurusi segala isinya. Padahal, suaminya entah sedang apa, di mana, dengan siapa - jangan dilakukan dengan nada Kangen Band apalagi Lucinta Luna. Sudah beberapa lama suaminya tidak memberikan kabar, meski jatah bulanan tetap ada. Dia memang belum memiliki keturunan, sehingga setiap hari hanya bercengkerama dengan berbagai benda yang ada di sekitarnya saja. Keluar rumah dan mencari kerja? Bisa saja. Tapi, dia memilih jalan yang diinginkan Negara. Diam di rumah dan urus segala isinya.


.


"Saya memang masih muda dan bisa bekerja. Apalagi dengan titel yang saya miliki. Tapi, saya memilih ini untuk mendapatkan pahala." Jelasnya.


.


Seorang wanita muda, Istri Dewan, memilih menjalankan perannya sebagai Ibu Rumah Tangga yang sepenuhnya di rumah hanya untuk sebuah pahala. Pertanyaan-pertanyaan pastinya bertubi-tubi membentur di dalam kepala memaksa untuk segera dikeluarkan. Kata kenapa, akan selalu hadir terdepan.


.


"Urusan rumah sebenarnya bukan tanggung jawab saya. Seluruhnya. Semua adalah tanggung jawab suami saya. Semestinya. Tapi dengan ketiadaan dia di tempat, juga kesadaran saya yang masih beragama dan memiliki akal. Meski memang itu semua tanggung jawab dia, kalau bukan saya yang melakukan, siapa lagi? Biarlah semua dihitung dalam pahala yang kelak menyelamatkan saya."


.


Di tempat lain, Si D hidup tenang tanpa banyak melakukan ini dan itu. Dia lebih banyak bermain dan bercanda dengan anaknya yang masih kecil dan mulai belajar berjalan. Kegiatannya yang tidak pernah terlihat, atau mungkin terlihat tidak melakukan apa-apa sering kali menjadi pembicaraan orang-orang.


.


"Saya yang memintanya. Saya memilihnya menjadi istri dari seorang anak perempuan yang disayang dan dibesarkan dengan sepenuh jiwa oleh orang tuanya agar berbahagia. Ketika akad, saya telah mengambil tanggung jawab itu dari orang tuanya." Suaminya menjelaskan.


"Jika saya menghendaki surga untuk akhirat saya, maka saya harus menciptakan lebih dulu di dunia. Istri saya adalah salah satunya."


.


Jadi, kamu mau menjadi yang mana? Terserah. Itu adalah pilihan hidup.

20 Feb 2020 08:44
385
Jl. Bangun Cipta I Blok F No.24, RT.3/RW.6, Dukuh, Kec. Kramat jati, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13550, Indonesia
6 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: