Kau adalah perempuan yang menyatukan seluruh kepingan kegilaanku.
Jangan lepaskan bibirmu!
karena tubuhmu sudah kutandai dengan bibirku.
Seolah kita tak menginginkan adanya usia, maka aku telah berhenti menamai diriku sejak ratusan tahun lalu.
Wahai perempuan yang mengantarkan sungai kepada samudera. Di sana burung-burung lapar mencari makan, menggurdi kesedihan yang berenang kencang di mata cokelatmu.
Arus laut itu bergelombang.
Kau tahu, sebenarnya mereka lebih lembut daripada keinginan angin.
Mereka juga sering
membawa
kejutan-kejutan kecil
Jauh dari sini
aku serupa bunga
yang dihinggapi ramarama.
Mengira-ngira apakah saripatinya
bisa kita simpan berdua.
O, perempuanku
bulan sabit separuh membeku.
Dan kita berdua
sedang dipenuhi bau matahari
tapi, kau malah
memohon untuk
mencium keningmu.
Surabaya, 2020