Aku menyantap tiap tumpukan kecut
Seperti melahap sepiring jeruk nipis
Melumat tiap tetesan getir
Seperti menyeruput segelas kopi
Kugiling satu atau dua rasa itu sendirian
Mencernanya dalam diam
Seperti ular
yang merebah
Menghancurkan
mangsanya
Santapanku tumpah ruah
Terus terisi lagi dan lagi
Tapi tak pernah kubagi
Akan terus kuhabiskan tak bersisa
Biar saja apa kata orang
Rakus kugasak semua porsinya
Sebab kutahu tak ada yang menganga menanti suap
Membiarkanku sendirian di meja makan
Aku sudah pandai menikmati
Sibuk menyuapi diri
Menjadi tuli dalam riuh
Menjadi sunyi dalam hantaman gemuruh
Aku andal menyelam dalam hening
Membuatku lupa cara bergantung
Mengeras seperti batang pohon
Beradaptasi menjadi sepi meski ironi
Wajo, Februari 2025
Puisi ini diterbitkan dalam buku antologi Sunyi yang tak Bertepi, bersama beberapa penulis lain dari seluruh Indonesia.
Buku pembuka di 2025, yang diharapkan jadi angin segar untukku sendiri dalam merealisasikan misi aktualisasi diri.