Aku dan keluargaku selalu resah menghadapi hari Rabu.
Hari biasa memang, tapi tidak bagi kami. Terutama ibu.
Di hari Rabu, satu orang kesayangan kami pergi
Selesai dengan dunia
Menyisakan kami yang masih sering terisak karenanya
Menjelang malam, waktu kritis kami memuncak
Seolah terulang detik-detik kepergian dia dalam ingatan
Lagi-lagi, terutama ibu
Ibu masih sering menangis di hari Rabu, kencang, seolah tenang yang hidup dalam dirinya sengaja dibiarkan kabur
Kami takut dibayangi hari Rabu.
Bolehkah dalam sepekan, biar Rabu berlalu begitu saja?
—Kehilangan di Rabu itu membekas. Namun kenangan tentang dia, jauh lebih melekat dari apapun. Kami sayang kamu, Mbak—