Namaku Hilya. Sejak kecil aku mencari ibuku yang hilang dan tak juga kutemukan. Ayahku telah tiada sedari aku meringkuk dibalik daster ibu. Dengan ingatanku yang terbatas dan foto dari budeku aku samar-samar mengenali wajah dan rupa tubuh ibu. Budeku bercerita bahwa saat ibu menitipkan diriku padanya adalah ketika menjelang keadaan ekonomi sedang terpuruk dan kerusuhan dimana-mana, setelah itu tidak ada kabar apapun tentang ibu.

Perjalananku sangat panjang hingga tak terasa kini aku sedang di bangku perkuliahan. Sebenarnya aku tidak memaksakan diriku untuk menemukan ibu. Namun karena pengalaman hidup yang telah aku lalui selama ini, mengajarkanku bahwa kesewenang-wenangan dan ketidakadlian-lah yang memisahkan aku dengan ibuku atau bahkan membunuh ibuku.

Menjelang akhir tahun aku pergi ke laut, siapa tahu aku menemukan ibuku disana. Sebab aku yakin sekali yang membuatnya susah dicari adalah ia terjun ke laut.

Sudah di tepi pantai, sudah hampir sampai. Tiba-tiba ombak besar itu datang membolak-balikan kami semua yang ada di tepi pantai. Menenggelamkan diriku dan sesekali muncul ke permukaan dengan cepat. Tenggorokanku pecah dan aku terjun ke laut, menuju tempat dimana aku yakini aku dapat menemukan ibu.

Dan benar saja aku menemukan ibu, ia memelukku dengan erat, tak pernah bahkan tak ingin lagi melepaskanku. Kini aku mengenali ibu dengan utuh. Ia serupa laut menenggelamkan diriku bersama peluknya.