Info Buku:
ISBN: 978-602-255-011-2
Judul: Hati yang Selalu Bergetar
Penulis: Andi Bombang
Penerbit: DIVA Press
Rilis: Mei 2008
Asnafi menyelamatkan Astuti dari aksi kecopetan, mulai dari sinilah kisah panjang mengenai pencarian jatidiri dimulai. Keduanya jatuh cinta meski harus hadapi tantangan soal beda kasta sosial dan kepercayaan agama, cinta sejati dua insan berpadu dalam pluralisme. Asnafi rela menanggalkan pekerjaan dari Koh A-Bun demi mengejar cinta anak gadis Djie Houw Liong, juragan Banjarsari.
Selama dua hari Astuti kasak-kusuk di komunitas Sidareja, berdagang. Dia mencari penghidupan untuk kehidupan rumah tangga yang terbilang amat muda, bersama Asnafi, tanpa persetujuan pihak keluarga Djie Houw Liong. Meski harus dihadapi dengan usaha kerja keras dan susah payah, rumah kontrakan kecil jadi saksi bisu perjalanan hidup Asnafi dan Astuti berumah tangga. Membesarkan Astono, Rahayu, Sulastri, Wijayanti, serta yang terakhir, dinamai Pamungkas.
Pamungkas, adalah tokoh utama yang dimunculkan Andi Bombang sebagai penerus perjalanan pencarian jatidiri dari Asnafi. Pluralisme terasa kental, kala dipertontonkan rembukan antara Asnafi dan Astuti soal agama yang akan dipeluk oleh anak-anak mereka. Asnafi anak pasangan Nur Cokro dan Murtijah, islam tulen. Sementara Astuti sejak kecil telah dibentuk sebagai Nasrani yang taat.
Astuti tersenyum penuh cinta ke suaminya. Dia yang dulu menuntut kebebasan, sekarang rasanya malah ingin berbagi. Tapi memang tidak bisa karena ini soal keyakinan agama. Bukan bagi-bagi angpao.
Demikian yang dituliskan Andi Bombang, menggambarkan kondisi yang dialami keluarga sederhana Asnafi. Kelima masa kecil anak Asnafi dan Astuti condong memeluk Nasrani semua. Sayangnya ada satu hal lain yang mengganjal, yaitu Pamungkas, tidak jarang masih sering salat dan berpuasa ramadhan. Nah, dari apa yang dilihat terhadap Pamungkas inilah, Asnafi yakin betul perjalanan pencarian jatidiri sebagai muslim di keluarganya masih akan terus berlanjut.
Keadaan pahit hadir, ketika Asnafi dan Astuti harus meninggalkan anak-anaknya, menghadap ke pangkuan Yang Maha Kuasa. Pamungkas masih SMP, tetapi jalan hidup memang harus ditetapkan. Putus sekolah, Pamungkas tinggal di Baturaden menemani Nur Cokro dan Murtijah. Hanya Pamungkas, karena kakak-kakak kandung telah memiliki jalan hidup masing-masing; berumah tangga, bekerja meniti karir.
Hidup di Baturaden, membuat Pamungkas semakin mengenal Islam. Jelas, lingkungan sekitar berpengaruh. Sempat ditawari jadi Pendeta oleh Pater Jo, hati Pamungkas mantap mengubah arah ke area lain yang hampir belum dikenalinya secara penuh. Memilih menjadi muslim, mengaji, dan bermakrifat.
Pamungkas rutin mengaji dan mengkaji Al Quran bersama Nur Cokro, mengolah ketajaman batin. Ditambah, status Pamungkas sebagai satu-satunya anak Asnafi yang belum dibaptis, membuat Pamungkas secara diplomatik urung menerima tawaran dari Pater Jo. Tes pengetahuan Pamungkas terhadap Islam yang paling kentara, ketika dia bertemu dengan sahabat karib bernama Yamani. Perdebatan seru perihal agama dan tugas dari para Nabi, tidak bisa dihindarkan.
" ... Man lam yadzud lam yadri. Yang tidak merasakan, tidak tahu," Sebuah kalimat dari Nur Cokro yang dipegang teguh Pamungkas, ketika harus memulai fase baru pindah ke Karawang, diminta Rahayu melanjutkan sekolah ke jenjang SMEA. Pamungkas benar-benar sangat tekun belajar islam, sampai di Masjid Kauman dia bertemu dan kenalan dengan sosok-sosok baru seperti Ama Jalil. Orang sakti zaman Hindia Belanda yang dikenal nyentrik oleh Tuan Residen Karawang.
Ama Jalil, membawa perubahan besar ke diri Pamungkas. Semakin mendalami Islam, serta menjurus ke ilmu makrifat paling tinggi, belajar tasawuf. Bahasa hati secara bertahap dan perlahan-lahan dipelajari, sembari memadu kasih dengan Ratih, anak Kiai Sobari. Membentuk mental Pamungkas yang pandai soal keimanan secara dohir dan batin.
Hati yang Selalu Bergetar, merupakan novel ketiga karya Andi Bombang. Melengkapi dua novel yang sudah lebih dulu terbit, Kun Fayakun dan Saat Cinta Berhijrah. Membaca karya-karya Andi Bombang, sama saja dengan belajar mencintai hidup juga sisi spiritualitas.