Dia dan Tatapan Resah
Cerpen
Kutipan Cerpen Dia dan Tatapan Resah
Karya riahzaahira
Baca selengkapnya di Penakota.id

Beberapa mata menatap resah. Mereka sudah ribuan kali menggilirkan ketidaksukaan yang kini kian deras saja derunya. Namun dia berkali-kali pula membungkam mata-mata itu dengan ujaran mahaindah yang ia punya.


"Aku tidak apa. Tidak akan perlu ada apa-apa pada diri yang hatinya saja belum tentu suci. Jika harus mengeluh, aku bukan orang yang tepat. Biarlah. Biar semua yang dirasa kurang, nantinya akan sendirinya berbuah gemilang."


Mata-mata itu masih jeri, bahkan makin kuat jeritan dalam tatapan mata mereka. Banyak tanya perihal mengapa dan apa yang menari-nari hingga tak lagi mampu bibir berucap sedikit saja.


Dia hanya mengaitkan simpul yang sekiranya mampu menutupi luka yang bukan hanya ia yang merasa, namun mata-mata di sekelilingnya.


"Tidakkah kamu merasa jera?" Sebuah suara akhirnya menembus batas tidak apa-apa-nya. Tidak tahan jika hanya diam dan bersikap seolah semua aman tak ada luka.


"Jeraku bukan lagi prioritasku. Biarlah tidak apa-apa ini selalu kupeluk erat-erat, hingga makhluk yang katanya musuh manusia itu habis akal membawa aku ke tengah-tengah mereka. Mengembuskan kepedulian yang katanya demi kebaikan, nyatanya itulah siasat untuk memusnahkan. Jika aku ikut begitu saja, mungkin cita-cita menatap Rabb-ku tidak akan tercapai. Mata ini harusnya suci, iya, kan?"


Tatkala mata-mata itu kian gelisah dengan kalimat panjangnya, ia masih tenang dengan sikapnya. Dia pernah nyaris jatuh karena terlalu kekeh dengan luka dan salah-menyalahkan. Sekarang, biarlah ia diam saja. Menganggap tidak ada yang beda. Semua masih berjalan selaras seperti sebelumnya.


"Tidakkah keadilan yang kamu punya sudah terenggut tanpa belas kasih?" Suara lain ikut kekeh, menambahkan opininya terhadap suara pertama.


"Ya." Dia mengangguk.


"Dan kamu masih ingin diam saja? Dunia ini bukan milik satu golongan saja. Tidakkah hatimu perih?" Suara itu terlalu menggebu. Besar sekali harap yang ia punya.


"Seharusnya begitu."


Senyumnya kian cerah. Nampaknya si dia mulai terpengaruh olehnya. Lantas ia berkata, "Benar, bukan?"


"Seharusnya benar," senyumnya damai sekali. Dia menatap sebentar sumber suara yang begitu gigih memedulikan dirinya. "tapi kebenaran adakalanya perlu disembunyikan, jika itu adalah hal terbaik dan hadirnya akan menimbulkan pertikaian."


Suara itu mendadak bungkam. Lewat lirikan matanya, ia menggiring teman-temannya untuk pergi dari kawasan penuh sesak itu. Tidak akan ada gunanya melanjutkan percakapan yang kian lama kian alot saja.


Mereka memutuskan pergi. Pergi sejauh mereka bisa. Ada banyak jiwa yang bisa mereka kuasai saat ini. Namun tidak si dia yang sekarang bahkan senyumnya kian cerah saja. Mentari pun kalah.


Dia mampu menatap lengang sekelilingnya. Tidak ada lagi suara-suara penuh bising yang mengkhawatirkannya. Dia masih menggenggam kata tidak apa-apa yang ia punya. Perlahan ia berjalan sembari berujar tenang, "Semua akan baik-baik saja. Rabb-ku bersama denganku."


Untuk kesekian kalinya ia mampu menangkis para iblis yang mencoba memengaruhinya dengan pura-pura peduli. Jika ia sampai lengah sedikit saja tadi, dirinya akan masuk dalam deretan panjang penghuni lubang api. Mendengar bisikan mereka adalah awal dari penyelesaian. Tidak akan mau ia mengulang untuk kedua kalinya.


Riau, 17 Dzulhijjah 1440 H


18 Aug 2019 13:50
45
Pekanbaru, Riau, Indonesia
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: