oranment
play icon
listen to me now, babe
Cerpen
Kutipan Cerpen listen to me now, babe
Karya rifqimaulana100
Baca selengkapnya di Penakota.id

Tahun lalu, di sebuah kedai kopi. Aku ingat sekali malam itu, tepat pukul 20.00

Ia adalah laki-laki pertama yang bertanya apakah aku bahagia.

“Ada sesuatu di matamu, kesedihan yang tak dapat kupahami” ucapnya memecahkan kesunyian malam.

Ia adalah pendengar sekaligus pencerita yang baik.

2 tahun terakhir ini, katanya ia sudah menikmati kebahagiaan di beberapa bulan yang tak bisa ia sebutkan, namun tak luput dengan beberapa bulan masa sulit yang juga tak terelakkan.

“Kembalinya Saturnus” ucapnya lagi menimpa kalimat sebelumnya.

“Saturnus?” tanyaku kebingungan.

“Ya, setiap dua puluh sembilan tahun planet itu akan kembali ke titik yang sama di langit yang ditempatinya pada saat kita lahir” ia mencoba memberikan pelajaran astrolog.

“Saturnus membutuhkan dua puluh sembilan tahun untuk kembali ke angkasa dimana planet itu berada pada saat kita dulu dilahirkan. Sampai hal itu terjadi, semua tampak mungkin, impian-impian kita jadi kenyataan, dan dinding-dinding apapun yang mengelilingi kita masih dapat dirubuhkan. Ketika saturnus menyelesaikan siklus ini, romantisme apapun akan berakhir. Pilihan-pilhan akan bersifat pasti dan nyaris tidak mungkin berubah arah”.

Ya, tepat setelah kalimat itu terucap - aku jatuh cinta padanya.

  

Tapi malam ini, angin di Jakarta tiba-tiba menusuk sekali. Suasana di teras rumahku juga hening seketika. Kopi yang baru saja ku seduh yang harusnya menghangatkanku akhirnya jatuh, dan kubiarkan saja mengenai jari kakiku. Tanganku yang baru saja menerima panggilan dari seberang, ikut menjatuhkan ponsel. Bibirku membeku, tak lagi mampu berucap.


Kabar duka datang dari sahabatnya untuk sahabatnya untuk temannya untuk mantan pacarnya untuk keluarganya dan untuk Aku, Dia pergi meninggalkan kita semua, meninggalkan banyak kenangan. Dia selalu senang membuat seseorang tersenyum dengan leluconnya walau malam-malamnya dipenuhi rasa kesepian, duduk diam didepan teras rumahnya dengan kopi dan musik dilaptopnya.

 

Harusnya minggu depan Aku melakukan petualangan panjang dengannya, menggunakan cariel baru dan sepatu baru yang ku beli dan menghabiskan dua minggu melakukan pendakian ke Gunung Slamat,Gunung Sindoro, dan Gunung Sumbing, setelahnya kita akan menghabiskan satu hari dijogja, lalu ke pantai dideerah Bantul. Katanya pegunungan hutan dan bibir pantai adalah tempat-tempat yang paling mungkin untuk roh-roh bumi bermain tertawa dan bicara pada kita.

 

Tapi, mari mencoret rencana yang seharusnya. Aku harus menyusun rencana baru. Pertama, aku harus tersenyum. Kedua, harus tersenyum. Ketiga, harus tersenyum. Lalu, selanjutnya, aku harus duduk, memandangnya yang sedang asyik dengan dunianya sekarang, dunia yang katanya lebih indah. Selanjutnya, aku harus meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja.

 

Baik, sekarang apa lagi? Aku harus bagaimana? Cairan kopi yang mengenai kakiku panas sekali. Tapi berita dari seberang lebih panas. Sakitnya menyayat sampai mataku tak lagi mampu melampiaskannya dengan linangan. Mulutku gemetaran, kakiku tak mampu lagi berdiam dan akhirnya ku jatuhkan diriku, terduduk lalu mengingat bagaimana aku harus menerima kenyataan bahwa sekarang aku harus mendengar kabar yang tidak pernah aku bayangkan, bahkan sedetik yang lalu, aku tak terpikirkan aku akan sejatuh ini. 

 

Iya, Dia. Seseorang itu memang mahir sekali mengejutkanku. Bahkan di hal seperti ini bisa-bisanya caranya sehebat ini. Aku tidak percaya ternyata dia masih pandai membuatku mengelus dada. Jangankan mengelus dada, untuk berpikir ingin ikut mati, dia sudah berhasil membujukku.

 

Lalu bagaimana sekarang? Bagaimana cariel yang sudah aku beli ini, bagaimana tentang sepatu baru yang ingin aku gunakan, dan bagaimana tempat-tempat yang seharusnya aku jalani berdua dengannya? Bagaimana, Hei! Tolong jawab. Adakah seseorang yang dapat mewakilkannya menjawabku, atau seseorang yang mampu meyakinkanku, bahwa aku sedang bermimpi?

 

Mengapa tiba-tiba sekali, ya? Bahkan sedetik yang lalu pun hal ini tidak pernah terpikirkan ku. Bahkan sedetik yang lalu, senyumku masih bertahan bersama secangkir kopi yang baru saja akan aku nikmati. Lalu, sekarang aku biarkan saja terjatuh, membakar kakiku, karena berita ini masih lebih menyakitkan dari apapun juga sekarang. 

 

Baik, sekarang. Apakah aku harus berusaha tegar mendengar sirine mobil putih itu, yang nanti akan mengantarkannya menemui ku. Lalu, apakah aku juga harus membuat diriku seolah aku kuat terduduk diam melihatnya yang bahkan tak lagi mampu melempar senyum, oh bukan, bahkan membuka mata saja tak lagi bisa. Apakah aku juga akan ikut berjalan pelan di belakangnya, mengantarkannya pada tempat yang katanya adalah indah. Lalu, apakah aku akan mampu hidup lagi tanpa senyumnya yang selalu tersirat kalimat bahwa ia akan selalu menemaniku. 

 

Pembohong! Ia adalah pembohong terhebat yang pernah aku kenal. Ia adalah manusia yang tak layak lagi menerima maafku, dan bahkan ia sanggup, sanggup sekali meninggalkanku tanpa kata pamit. Satupun, tak ada!

 

Tahun lalu. Aku ingat sekali kalimatnya. Katanya, ia akan selalu ada disampingku, ia akan selalu mendengar ceritaku tentang kenyataan hidup yang menyebalkan dan membosankan. Katanya, ia akan selalu melindungiku dari lelaki yang kemarin membuat masa laluku tak termaafkan. Katanya. Hanya katanya. Karena sekarang bisa aku simpulkan, dia hanya menenangkanku. Tidak untuk menjadikannya nyata. Benar ‘kan? Dia memang pembohong. Lalu sekarang bagaimana lagi? Pikiranku benar-benar tidak bisa diajak kompromi, dan bahkan anggota tubuhku, tak ada yang mau ku ajak kerja sama untuk tetap berlagak menjadi manusia tegar yang merelakan sahabat satu-satunya itu meninggalkan tempat yang aku sebut tempat paling menyakitkan. Harusnya aku mampu mengerti, bukan? Karena ia akan lebih bahagia disana. 

 

Hei! Menurutmu, apakah aku sanggup melihatmu tertidur indah di hadapanku. Tidak bisakah kau berikan aku senyum sekali lagi, atau tidak bisakah kau pergi dengan senyum terbaikmu yang selalu kau tunjukkan padaku, atau tidak bisakah kau pamit dengan kata-kata indah yang menyakinkanku bahwa dunia ini akan baik padaku, seperti kau baik padaku?

 

Aku tidak sanggup. Sungguh. 

Aku tidak akan sanggup mengingat bagaimana kisah ini tak lagi mampu ku ulang karena pemeran utamanya sekarang sudah tertidur dan sudah terpaku diam tak lagi mampu mengucap satu kata, bahkan kata perpisahan yang meyakinkanku, bahwa semua akan baik-baik saja tanpanya.

 

Ketahuilah! Aku sangat benci banyak hal. Dan salah satunya adalah kehilangannya!

 

calendar
03 Feb 2022 13:54
view
147
wisataliterasi
Jakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia
idle liked
1 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig