Kehidupanku Seakan Mati Di Jam Sepuluh Malam
Aku mengumpat dalam sibuk
mengutas sepotong perih dan luka
kubawa binar dan redup berkali-kali
kerap menyerah menyesali takdir
Di jam sepuluh malam
kehidupanku berhentiĀ
kembali di remang kamar
dan lampu yang mungkin terpaksa menyala
tapi seutuhnya telak kulihat gelap di mana-mana
Aku terpenjara dalam kepulan asap
dan pikirku yang tak mampu kubuang
pada tempat buaian di mana aku tak pernah merasakannya
Sekujur tubuh mengalir
sekucur dendam dan resah yang tetiba datang
pada kesepian itu aku selalu bertemu
dia di kamarku
sepi yang abadi
Tak mampu kulawan dan kubakar
sesekali tangis dan tawa terekam
hawa kamar yang magis ini
membawaku terlalu sadar
sesungguhnya dunia berputar tapi tidak semua dapat berhasil di dalamnya
Mungkin kupikir bagianku
lebih banyak gagal dan memahami apapun
lebih dari lainnya
tak apa karena sebenarnya
Ku tahu pasti pada tiap sepi yang datang
Tuhanku selalu ada di sisiku
aku tak sendirian jelas tidak sendirian
semoga kedua tangan dan kaki ini
mampu berlalu lebih jauh lagi
Jakarta Di Ujung Pena
Rizky Adriansyah