Usut segala suara yang tampak senyap dipapar kesakitan
Pratitur urban menggasak habis peraduan takdir
Tak lain kata yang terbaca hanya makian dan dendam di mana-mana
Aku mengikat nyawa bertaruh lepas
Di dua malam satu jalan yang tak pernah tampak seperti nyanyian lagu cinta
Darah-darah mendidih dibekuk lapar
Gusar cemas yang mencair merobek dada memberontak keadaan
Sudut senyap selalu terabaikan
Di ujung-ujung gang di tiap sekat terangnya kota
Persetan segala putusan
hukum yang kugenggam tak lain hanya hukum jalanan
Rampas segala nilai
cekik takdir yang jalang mengubah
setiap orang menjual apapun di tubuhnya
Entah cinta, mimpi, dan keinginan
semua berembuk menjadi satu di dalam kepalanya
Lantas tak dapat kucekal semua berjalan pada rayanya sendiri-sendiri
tak berkutat--meliar menjadi siapapun
yang mereka anggap baik-baik saja.
JAKARTA DI UJUNG PENA
RIZKY ADRIANSYAH