Bagaimana kabarmu pujaan?
Kita yang jauh memaksaku harus menjaga perihal hatimu yang sedang rapuh penuh ragu, namun bukan sebuah keterpaksaan untukku menjagamu. Sebab, sebuah ketulusan dari dasar nurani yang berkonspirasi dengan nalar untuk menuntunku pada sebuah keikhlasan dan penuh kasih sayang. Tak sehasta-pun aku pergi meninggalkannya semenjak keputusanku yang dengan lancang memberanikan diri mendekati.
Kau yang penuh tanya, dengan segala kemisteriusan di dalamnya. Aku masuk menelusuk mencoba masuk dalam ruang yang telah mati dalam hatimu, mengisinya dengan cahaya kehangatan perhatian penuh kasih sayang. Sepucuk surat penyemangat hadir secara misterius tergeletak di atas meja perangku dengan berbagai kelelahan, kerapuhan, dan kegelisahan. Surat darimu seakan menjadi pelipur lara yang ada, penghilang seribu tanya apakah kau punya hati yang sama.
Sampai pada saat itu aku berhenti mempertanyakan perihal rasa, aku memilih menjagamu, aku memilih bertahan denganmu, dengan ketidakpastian yang indah ini. Aku sadar, bahwa denganmu saat ini adalah perasaan yang benar-benar wajar dalam memberi keikhlasan. Tuhan begitu indah, memberi sebenar-benarnya perasaan cinta tanpa menuntut balasan.
Entah seberapa lama umur yang diberikan Tuhan kepadaku untuk menjagamu dalam lelap berselimut do'a yang kurapalkan pada sepertigamalam. Tak mampu aku berikan seisi dunia kepadamu, hanya sepucuk surat balasan Terima Kasih telah hadir dalam balutan rasa penuh kasih. Jika pada akhirnya aku yang harus pergi dahulu, aku harap kamu tetap mampu berlari kencang saat aku masih menemani langkah cepatmu disebelahmu. Aku senang pergi dengan rasa seperti ini, penuh gebu dalam hati, aku tenang pergi, sebab kau yang terakhir mengisi hati.
Matamu yang meneduhkan menjadikan penyejuk kala ajal datang menjemputku, tutur kata lembutmu terngiang saat terakhir detak jantungku, wajahmu yang penuh senyum itu terbayang saat hembus terakhirku.
Raga kita memang akan berpisah jauh, lebih jauh sebelum ini. Ragaku tertutup tanah dengan bunga menghiasi gundukan. dengan papan nama terpampang. Percayalah, pada saat itu aku jauh lebih dekat mendekapmu disana, menjagamu lebih lama, melihatmu bahagia secara dekat, melihatmu berkembang menjadi hebat. Aku senang, kepadamu yang terakhir dalam sayang. Secarik surat ini semoga membuatmu mampu melihat rasaku yang tak berubah. Percayalah cara Tuhan membawaku pergi lebih dulu, adalah cara Tuhan mendekatkanku padamu. Terima kasih, terkasih.
Aku pergi untuk lebih dekat denganmu...