Kelabu dibalik Aksi Badut
Cerpen
Kutipan Cerpen Kelabu dibalik Aksi Badut
Karya sagitadeskia
Baca selengkapnya di Penakota.id

Kelabu dibalik Aksi Badut

“yang terlihat lucu, tak selamanya menyenangkan dan membahagiakan.”- Semua hanya tentang pikiran.


               Langit sedang membiru dengan nyata, awan putih menggantung tipis di udara. Ini menyatakan bahwa hari nampak lebih cerah dari biasanya. Mentari tunduk pada permintaan semesta untuk terus hadir memberikan kehangatan sampai waktunya tiba. Tepat saja, maka hari ini dimanfaatkan sekali untuk beberapa orang pergi berlibur. Kawasan wisata pun menjadi pilihan paling laris untuk merehatkan tubuh dari padatnya aktivitas sepekan terakhir. Jalanan yang biasanya ramai dengan kendaraan umum, kini dipenuhi dengan kendaraan pribadi, padat tak bergerak.

               Jauh sebelum gedung-gedung tinggi memenuhi barisan kota dan sekitarnya, tempat itu hanyalah lahan luas yang penuh dengan ilalang dan sisakan beberapa tanah merah yang seringkali dilalui angin puting beliung. Jauh sebelum kendaraan roda empat berkembang pesat, jalanan hanya penuh dilalui oleh orang berjalan kaki dan sepeda ontel. Ini membuktikan bahwa teknologi makin berkembang dengan begitu pesat hingga menggantikan beberapa tempat dan meninggalkan yang sudah usang.

               Ada yang tak pernah lepas dan benar-benar pergi dari masa lalu. Ia adalah ketakutan, mungkin bisa disebut phobia. Ketika, semua peran dapat berganti, ketika semua tempat dapat berpindah dan ketika kenangan dapat berlalu. Ia justru tetap tinggal didalam diri, begitu dalam. Sejauh ini, aku tak pandai mengusir, tak pandai membiasakan, tak pandai menyembuhkan dan aku slalu lari bersembunyi sampai benar-benar tak ada yang tahu dimana aku berada.

               Saat anak-anak seusiaku (9 tahun) menggemari dan terhibur dengan aksi lucunya badut-badut. Sulap, bertingkah konyol yang menggelikan, mengeluarkan uang dari topi panjangnya, mengeluarkan banyak permen cokelat disakunya, atau bermain api dari mulutnya. Aku justru tak bisa melihat itu. Aku berlari, menahan sesak, menahan keringat yang jatuh, menahan airmata, menahan gemetar, menahan semua ketakutan dan bersembunyi. Aku mencari tempat paling aman, kadang-kadang dibawah kursi, dibawah meja, dibalik selimut, bahkan di balik pintu kamar mandi. Aku benar-benar ketakutan dan tak ada satu orang pun yang tahu itu.

               Ketakutan itu tiba, ketika aku sedang sendiri didalam rumah. Aku dititipkan pesan untuk tidak keluar rumah, tidak sembarangan membuka pintu ketika ada orang, tidak bermain api, dan ancaman-ancaman yang mendoktrin pikiranku untuk tidak berbuat onar dirumah saat sendiri. Tapi, aku sedikit mengabaikan pesan itu. Aku biarkan jendela terbuka, pintu terbuka lebar dan membiarkan angin masuk dalam rumah dengan bebas. Sampai ketika aku mulai menikmati kesendirian dirumah, ada seseorang mengucap salam didepan rumah. Aku tahu, tidak boleh sembarang orang masuk kedalam rumah. Aku tahu, aku tahu. Dengan santai, ku intip dari balik jendela, ternyata bukan orang biasa, dia adalah badut yang menyanyi. Aku pun panik, semakin panik, karena keadaan dirumah sepi dan aku sangat ketakutan. Aku banting pintu dan aku kunci semua pintu, jendela. Aku tutup jendela dengan gorden hingga dalam rumah terlihat sangat gelap.

“aaa..aada badut, aaa..aada badut. Takut” menahan nangis. “aku harus ngumpet, harus ngumpet” jemari bergemetar dan sangat dingin.

Akhirnya, aku menemukan tempat paling aman menurutku, kamar mandi. Aku mengunci rapat-rapat pintu kamar mandi, dan berusaha untuk tidak bersuara. Pikirku, sekecil apapun suaraku akan terdengar sampai keluar oleh badut. Imajinasi liar mulai berjalan dan menjadi-jadi. Aku seakan mendengar langkah kaki dan mulai menghampiriku. Aku pun menutup mulutku dengan kedua tanganku dengan kecang. Aku hanya bisa menjerit dalam hati “ibu, cepat pulang.”

               Aku tidak tahu dengan jelas mengapa ketakutan itu sangat liar mengotori pikiranku. Aku tak pernah menonton kartun badut, atau apapun tentang badut yang menyeramkan seperti film-film hantu sekarang. Aku berdiam, berusaha untuk menutupi ketakutan yang ada dari kedua orang tua, karena jelas saja aku pasti dimarahin habis-habisan karna takut dan bisa saja aku tak didengar saat bercerita. Ingat jelas, bagaimana bentuk badut itu. Rambut warna-warni, perut yang gendut, sepatu yang lusuh, dan topeng yang tidak ada lucu-lucunya. Aku terus membayangi dan melebih-lebihkan bentuknya. Semakin dikuasi aku dengan ketakutan. 

Ketika hari pesta ulang tahun tiba, semua orang berlomba memanggil badut lucu untuk menghibur semua pendatang, dan aku slalu mengumpat dibalik pintu kamar mandi. Mereka semua tidak tahu, betapa tersiksanya aku melihat badut jelek itu hadir disana. Aku yang hanya bisa menutupi, karena takut diejek temanpun memilih pergi dan mengumpat. Kadang aku tak bisa menangis, saat ketakutan memuncak. Aku mencari pelukan menenangkan saat ketakutanku menghantui, tapi tak aku dapatkan meski satu tubuh pun.

Orang yang aku anggap amanpun, tidak membuka tangannya dengan lebar ketika ketakutanku memuncak. Aku hanya belajar bersembunyi, menutupi dan kabur. Kadang jemariku dingin sekali dan gemetaran, telapak tangan yang basah dan berkali-kali ku usapkan ke celana tetap saja basah. Aku menutup mulutku dengan keras ketika ingin berteriak. Aku bilang pada diriku “jangan teriak, orang akan tertawa”. Bahkan, ketika bertemu badut dijalanan pun meski dari jauh, aku berusaha untuk menutup wajahku. Berpura-pura tak melihat dan tak tahu apa-apa. Padahal jantungku, berdegup sangat kencang. Sesekali aku berlari dan menghilang sebisa mungkin, atau bersembunyi dimana pun sampai tak diketahui orang.

Malam hari, ketika semua mata mulai terpejam, dan menghanyutkan tubuhnya dalam mimpi. Aku terus dipermainkan. Dipermainkan oleh alam bawah sadar hingga liar dimimpi. aku mampu berteriak dan menjerit-jerit ketika melihat badut, menangis sekencang-kencangnya, dan memukul semua badut yang ada. Aku memarahi ibuku yang tak pernah tahu ketakutanku. Aku bilang dimimpi “bu, aku takut badut. Aku slalu berlari kencang sampai terjatuh dan ibu hanya tahu aku terjatuh karena ceroboh. Aku slalu bersembunyi berjam-jam memastikan badut pergi, tapi ibu hanya tahunya aku bermain sampai lupa waktu. Yang ibu lihat aku bandal, aku tak seperti dia (menunjuk kakak), ibu gak tau betapa tersiksanya aku setiap pergi dan pulang sendiri sekolah, belum lagi teman teman yang mengejek karna aku takut badut. Ibu gak tau kan.” Aku larut dan menumpahkan semuanya dalam mimpi, aku terlihat seperti pembenci. Sampai terbangun, aku menangisi mimpi itu dalam kamar mandi, hanya tak ingin didengar dan dilihat jika aku menangis.

Ya, mungkin kamar mandi adalah tempat sebenarnya. Aku seringkali menangis dikamar mandi dan bersembunyi dari badut. Mengapa badut harus ada di bumi? Mengapa badut harus terdengar seram ditelinga, mengapa badut harus jelek dimata? Apa yang salah. Aku masih ingin jantungku tumbuh dengan sehat. Aku ingin jantungku berdebar membahagiakan bukan ketakutan. Aku benci ketakutan ini, aku ingin keluar dari badut dan kejelekkannya. Aku harus berlari dan bersembunyi dimana lagi, ketika kamar mandi sudah terisi orang? terkadang, aku berharap punya kemampuan menghilang. Jadi, ketika ketakutanku memuncak aku tak perlu khawatir bersembunyi, aku hanya perlu keluarkan kemampuanku menghilang dan berpindah tempat yang menyenangkan serta menenangkan.

Sejak ketakutan pada badut itu ada, aku mulai membatasi diri untuk pergi. Aku tidak pergi ketempat wisata yang memungkinkan ada badut, seperti wahana, atau pertunjukan sirkus, dan jalan-jalan lampu merah yang biasanya badut banyak bertebaran disana, bahkan sekalipun pesta ulang tahun yang menyenangkan pun aku membatasi untuk tidak turut hadir disana. Aku tak suka pesta ulang tahun yang ada badutnya. Aku sudah lelah bersembunyi, lelah berlari kesana kemari mencari tempat aman, lelah bermimpi yang tidak-tidak, lelah menenangkan pikiran untuk baik-baik saja, yang padahal keadaan tidak sangat baik-baik saja.

Bagiku, ini mengacaukan, sangat mengganggu. Terkadang menyakitkan, karena aku harus bersembunyi dan menenangkan sendiri. Terkadang menakutkan, karena bentuk badut yang tak ada lucu-lucunya. Terkadang memalukan, karena aku terlihat aneh dan seperti orang gila ketakutan sendiri dan ditertawakan orang lain. Dan dibalik semua itu, aku harus slalu bersikap baik-baik saja. Aku tahu badut adalah bagian dari manusia didalamnya, aku tahu itu tidak mengejamkan, aku tahu itu tak seperti cerita dongeng dan orang tua dahulu katakan, aku tahu badut tak semua menculik anak-anak. Aku rasa otakku sudah dijajah oleh perkataan menyeramkan orang lain dan masih terngiang-ngiang setiap kali mengingat dan melihatnya.

Aku tumbuh sebagai penakut, tumbuh sebagai perempuan yang senang berlari dan bersembunyi ketika sesuatu hadir. Aku terlalu mudah membiarkan tubuh dirajai oleh ketakutan. Badut jelek dan apapun itu sejenisnya, aku ingin berdamai dengan baik. Meski, aku tak akan didengar oleh orang yang kupercaya dan ditertawakan olehnya. Aku rasa, aku sepertimu, badut. Tapi, kamu masih dipuja dan dikagumi banyak orang. Sedang aku, seakan mengutuk diriku menjadimu yang menghibur didepan orang dan disukai hanya dengan sesaat.

Bagaimana jemariku yang bergemetar, bagaimana jantungku yang berdebar, bagaimana tubuhku yang panas dingin, bagaimana lidahku yang kelu, bagimana airmataku yang menetes? bagaimana aku menetralkan pikiran? bagaimana semuanya bisa terlihat biasa-biasa saja, jika sebenarnya semua hidup menakutkan. Aku pun tenggelam bersama ketakutanku sendiri, yang orang lain tak mampu menyentuhku. Akupun mengasingkan diri dari tempat umum dan keramaian. Aku khawatir, tubuhku tak mampu berdamai dan membiasakan dari badut. Aku menahannya sendiri bersama sesak dan sakit bertahun-tahun lamanya, hingga menunggu semua memudar perlahan.



04 Aug 2019 12:59
189
Malang, Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia
1 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: