Hujan kali ini sedikit malu-malu.
Membawa harapan dan beberapa pesan rindu.
Ah, mudah-mudahan darimu!
Yang selalu kudo'akan, namun tak pernah kau tahu.
Untungnya, aku selalu menyukai hujan.
Berdansa mesra pada setiap rintikan,
Atau membiarkan air mata berkamuflase di kala hati penuh dengan kesedihan.
Reda dan pergi memang akan dilakukan hujan.
Tapi sejatinya, ia tak pernah benar-benar melambaikan tangan.
Demi membasuh luka hati, ia akan selalu kembali meski tahu harus jatuh berkali-kali.
Apalah aku?
Menyapa duluan saja tak mampu.
Menjadi badut penghibur pun, aku tak lucu.
Apalagi bertingkah seperti pangeran-pangeran hebat itu.
Aku tahu, di kala kau tengah bersedih, aku takkan bisa membuatmu selalu tersenyum dan tertawa,
Namun, kupastikan, terlingaku akan selalu mendengarkan.
Aku tahu, di kala kau tengah diuji, aku memang takkan bisa menghadang semua masalah-masalahmu.
Namun, kupastikan, kau takkan pernah sendirian.
Aku tahu, aku tak pernah pandai dalam mencuri perhatianmu,
Namun, saat kau telah lelah dengan berbagai pilihan, kupastikan, aku ada di garis terakhir sebagai jawaban.
Dan untuk segala do'a di sepertiga malam ku, kupastikan, namamu adalah pintaku di hadapan Tuhan.
Wah, romantis sekali.
Di sudut senja, kuukir berbagai tanya.
Apa pun tentang dirimu yang kumohokan baik-baik saja.
Lama rasanya kita tak lagi saling sapa.
Meski tak kau baca, kuharap kau merasa.
Oh iya, barusan semesta berkata bahwa berbagai hati mencoba mendekatimu;
Mencuri perhatianmu;
Mencoba menemukan titik bahagiamu;
Lalu beraksi sebagai pangeran berkudamu.
Terkadang aku merasa bahagia namun menitik air mata.
Terkadang aku menitik air mata namun merasa bahagia.
Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana.
Yang pasti tujuanku adalah kau bahagia.
Perihal aku atau bukan penuntunnya,
Itu tiada utama.
-z