oranment
play icon
Bandung
Cerpen
Kutipan Cerpen Bandung
Karya silviaamz
Baca selengkapnya di Penakota.id

Pagi hari Gitta terbangun dengan perasaan bahagia, entah mengapa akhir-akhir ini dia diselimuti dengan mimpi indah bersama orang yang sudah menjadi masa lalu, eh, bukan masa lalu, cerita denganya baru-baru saja berakhir, jadi apa bisa disebut sebagai masa lalu? 


Gitta menghembuskan napas panjang dengan raut wajah malas, “Bayang-bayangmu, oh, sungguh nyata…” ucap Gitta bernada. 


Gitta harus bisa berdamai dan menepis semua rasa yang membuatnya terhenti untuk berproses. 


“Sial, kenapa mimpinya begitu sangat nyata.” 


Gitta turun dari mobil hitam tepat di depan halaman rumah kosong di sebuah perumahan yang kerap ia datangi dulu, rumah keluarga Arsy— orang yang dia sayangi dulu bahkan sampai detik itu pun masih.


Kini ia sudah berdiri di depan pintu hendak mengetuk, “Assalamualaikum…” 


Gitta menunggu sejenak, hingga muncul perempuan dengan daster khas ibu-ibu membuka pintu dan membalas salam.


“Eh Nak Gitta,” sapanya setelah mengetahui tamu pagi itu adalah Gitta, pacar anaknya, tapi sudah menjadi mantan sekarang.


Gitta menyalami tangan Mamah Olin—begitu Arsy memanggilnya. Mamah yang cantik, baik, lemah lembut, masih sama dengan kesan pertama Gitta menemuinya.


“Mau ketemu sama Arsy ya?” tanya Mamah Olin tidak akan salah menebak.


Namun Gitta malah tidak membenarkan, “enggak Bu, Gitta mau ketemu sama Ibu karena kangennya sama Ibu bukan sama Arsy.” begitu jawaban Gitta, jelas berbohong.


“Loh, loh, loh, kok malah sama Ibu kangennya,”


“Iya Bu, hehehe.”


“Yaudah, masuk yuk, ngobrolnya di dalam aja masa mau di depan pintu gini,” Mamah Olin mengajak untuk ke dalam rumah.


“Eh, di sini aja Bu. Lagian juga cuman sebentar kok enggak bisa lama.” Sembari melihat ke mobil, mengisyaratkan bahwa ada sopir yang menunggu untuk mengantarkannya ke stasiun sehabis ini.


“Kok tumben di anter pakai mobil? biasanya ke sini sendirian naik motor lho,” heran Mamah Olin.


“Iya Bu, habis ini Gitta mau pergi juga soalnya.” Begitu tutur Gitta.


“Jadi, di sini Gitta mau bilang sekaligus mau pamitan ke Ibu,” ucap Gitta akhirnya berani berbicara ke arah situ.


“Loh emangnya mau pergi kemana Nak?” tanya Mamah Olin sedikit kaget.


“Gitta habis ini mau ke Bandung, Alhamdulillah Gitta keterima kuliah di kampus yang Gitta impikan sejak dulu,” jelas Gitta kepada Mamah Olin.


“Oh, di Unpad ya?” tanya Mamah Olin.


“Kok Ibu bisa tahu?” tanya Gitta keheranan.


“Ya bisa, Arsy pernah bilang ke Mamah kalau kamu pengin lanjut kuliah di Unpad. Wah, selamat ya Nak, akhirnya impian kamu bisa terwujud juga, Mamah ikut senang dan bangga.” 


Huaa, kenapa perpisahan selalu terasa sangat berat.


“Iya Bu, Makasih.” Balas Gitta terharu mendengarnya.


“Emm, Gitta boleh meluk Ibu gak?” tanya Gitta sedikit ragu.


Tanpa jawaban dari Mamah Olin, yang sekarang Gitta rasakan adalah rasa nyaman dan kehangatan, karena Mamah Olin dengan segera mengiyakan permintaan Gitta tanpa memberi jawaban dalam bentuk kata-kata, langsung dengan aksi.


“Bu, terima kasih ya, Ibu selama ini udah baik banget ke Gitta, udah jadi tempat Gitta cerita, bahkan Ibu juga udah anggap Gitta sebagai anak Ibu sendiri,” ucap Gitta saat membalas pelukan Mamah Olin.


“Iya Nak, kan kamu pacarnya Arsy, dan kamu anak yang baik juga, makanya Mamah respect sama kamu dan menerima kamu, walaupun Papah Koko masih proses untuk bisa menerima kamu, tapi nggak apa-apa sebentar lagi pasti Papah Koko bisa perlahan menerima kamu kok.” 


Kenapa ucapan Mamah Olin seakan-akan membuat hubungan Gitta dan Arsy baik-baik saja, padahal Arsy yang sudah mengakhirinya dengan alasan Papah Koko nggak bisa menerima Gitta. 


Air mata yang sedari tadi di tahan Gitta agar tidak keluar, kini akhirnya perlahan menetes juga. Dasar, memang Gitta cengeng dan paling benci dengan kata perpisahan.


“Bisa nggak sih, kata pisah dihilangin aja.” 


Setelah Mamah Olin melepas pelukan, Gitta bersuara dengan masih sesenggukan. 


“Yaampun, jangan sedih Nak, kan kamu habis ini menyambut hari baik dan segera menjalani kehidupan sebagai mahasiswi, harusnya kamu senang dong Nak,” 


Gitta hanya mengangguk sembari mengusap air matanya di pipi. Gitta harus mencoba kuat sekali lagi dan mencoba tegar menghadapi ini.


“Bu, Gitta boleh nitip sesuatu buat dikasih ke Arsy ke Ibu gak?” tanya Gitta sedikit ragu.


“Ya boleh dong Nak, apa itu?” tanya Mamah Olin antusias.


“Ini, Gitta titip surat ini buat Arsy,” Gitta menyodorkan amplop warna cokelat ke Mamah Olin, yang berisikan pesan perpisahan terakhir darinya untuk Arsy.


“Waduh, kan bisa nemuin Arsy langsung kenapa pakai surat-suratan segala? Atau mau Mamah telfon in biar Arsy pulang sekarang?” 


“Eh, jangan Bu. Aku tahu Arsy lagi ngerjain project video sama teman-temannya kan? Nah, Gitta gak mau ganggu Arsy nanti malah kepending gara-gara nemuin Gitta duluan, lagian semalam Gitta juga udah pamitan kok sama Arsy,” jawab Gitta bohong lagi.


“Mm, yaudah nanti Mamah kasih ke Arsy kalau dia udah pulang ya.” 


“Iya Bu, makasih banyak ya.” 


“Iya sayang, sama-sama.” Balas Mamah Olin dengan senyum manis dan lemah lembut seperti kesan pertama Gitta melihatnya.


“Oh, iya, Gitta mau pesan ke Ibu boleh?” 


Jidat Mamah Olin berkerut, “mau pesan apa Nak? pesan makanan? atau pesan baju buat di jahitin Mamah buat wisuda nanti?” bisa aja nih Mamah Olin malah ngelawak gini. 


“Bukan itu Bu, Gitta mau pesan ke Ibu, kalau nanti jangan bilang ke Arsy kalau tadi Gitta ke sini, gitu.” 


“Loh, la emangnya kenapa Nak?” 


“Ya, nggak papa Bu. Soalnya aku bilang ke Arsy kalau aku masih minggu depan ke Bandungnya, jadi ini semacam survei kos sama nyicil mindahin barang-barang, gitu.” jelas Gitta.


“Oh, yasudah kalau gitu nanti Mamah nggak bilang ke Arsy kalau gitu.”


“Sip, Ibu emang the best deh.”


“Nanti bilang aja ke Arsy, kalau dapat surat ini dari pak pos, gitu ya Bu.” Suruh Gitta kepada Mamah Olin.


“Siap, rebes kalau itu mah.” Jawab Mamah Olin menyetujui.


“Yaudah Bu, Gitta pamit sekarang ya, soalnya ini harus otw ke stasiun juga.” Pamit Gitta akhirnya.


“Hati-hati ya Nak, kapan-kapan bisa main-main ke sini lagi, cerita-cerita gimana dinginnya Bandung ya…” Pinta Mamah Olin yang harus Gitta iyakan dulu.


“Hehehe, iya Bu, nanti sambil Gitta bawain oleh-oleh ya…” Padahal ini pamitan sekaligus pertemuan terakhir dan habis ini Gitta nggak ada alasan lagi buat main ke rumah Arsy, karena udah enggak ada keperluan sama Arsy lagi. 


“Iya, Mamah tunggu yaa….”


“Yaudah Bu, Assalamualaikum.” Pamit Gitta menyalami Mamah Olin untuk yang terakhir kalinya.


“Waalaikumussalam cantik, hati-hati yaa.” Balas Mamah Olin hangat menyambut kepergian Gitta.


Gitta hanya mengangguk yakin, namun perkataan hatinya tidak yakin kalau dia bisa kembali mengunjungi setidaknya Mamah Olin, bukan Arsy lagi. 


“Gitta pamit ya Bu.” 


“Iya Nak.” 


Gitta berjalan menuju mobil, yang akan segera membawanya berjarak lebih jauh dari biasanya dengan keluarganya begitu juga dengan Arsy. Terlebih hubungan mereka juga sudah berakhir.


“Mamah Olin, terima kasih sudah menerima Gitta dengan sangat baik.” Ucap Gitta setelah mobil hitam perlahan keluar dari gang rumah Arsy. 


“AAAAAAAAAAA, KENAPA SEPERTI NYATA BANGET MIMPI TADI.” Teriak Gitta di tepi tempat tidurnya.


“MAMAH OLIN….” Sedih Gitta, mulai mellow lagi.


“ASTAGA, ARSYYYY, BISA TOLONG PERGI JUGA DARI DUNIA MIMPI GAK SIH….” 


“HUA DASAR, SETAN, MENGHANTUI TIAP MALAM, KETERUSAN LAGI.”


Gerutu Gitta pagi-pagi gara-gara mimpinya yang akhir-akhir ini tentang Arsy mulu. Apalagi mimpi semalam, sangat nyata walau dia begitu senang bertemu Mamah Olin, bukan Arsy. 

calendar
16 Nov 2021 22:58
view
96
wisataliterasi
Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia
idle liked
1 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig