oranment
play icon
LAGI-LAGI BUKAN LAGI KEJUTAN
Cerpen
Kutipan Cerpen LAGI-LAGI BUKAN LAGI KEJUTAN
Karya sintapratama
Baca selengkapnya di Penakota.id

Jam perkuliahan selesai. Aku berlari menuju parkiran, menuruni tangga yang sesak oleh mahasiswa yang naik juga turun, padahal dari lantai empat tapi rasanya lama sekali. Hampir saja aku terjatuh gara-gara satu orang yang berdiri di tengah tangga. Dia tidak melihat apa ? jika banyak orang yang lalu lalang. Sampai di parkiran aku kebingungan mencari motor yang jelas-jelas aku parkir dekat pohon tapi tiba-tiba tak ada. Aaahhh pasti dipindahkan. Aku semakin panik, mencari kesana kemari, rasanya aku ingin teriak. Kulihat jam yang melingkar di tanganku sudah menunjukan pukul 15.00. 


  "Permisi pak, tau motor yang di parkir di sini ?" tanyaku pada tukang parkir yang tengah asyik menghitung uang sementara peluit masih menempel di kedua bibirnya.

"Oh iya saya pindahkan ke pojok sana dekat tempat foto coppy" kata tukang parkir sambil mengangkat jari telunjuknya.

Aku berjalan menuju tempat parkir motorku. Kenapa si mesti di pindahkan, lagi buru-buru ada saja hal yang membuat pusing aaahh suasana lagi-lagi tak bisa mengerti. Segera kunyalakan motorku lalu menyodorkan lima ribuan ke tukang parkir yang sudah menungguku di pintu keluar. 

"Ambil saja kembaliannya pak, saya buru-buru"


Aku melanjutkan perjalananku. Terlihat langit hitam pekat pertanda hujan akan turun. Semakin membuat was-was perasaanku tapi teringat pesan ibu "jika sudah di jalan bawa motornya harus hati-hati, jangan cemas". Perlahan aku tenangkan hatiku, tepat di lampu merah yang memang sangat lama, aku kembali melihat jam, sudah menunjukan pukul 15.00 tapi aku baru sampai Cilandak. Kira-kira sampai rumah jam berapa ini huuh. 


Kampusku memang cukup jauh jaraknya dengan rumahku. Dari Jakarta Timur ke Jakarta Barat. Tapi aku merasa senang walau kadang saat buru-buru seperti orang di kejar-kejar hantu. Semoga tidak macet dan tidak hujan biar sampai rumah tepat pukul 16.00. Memang jika tidak macet perjalananku pulang dan pergi hanya menghabiskan waktu sekitar satu jam.


Tiba-tiba hujan turun sangat deras, segera aku menepi untuk menggunakan jas hujan. Perasaan cemas kembali menyapa. Jika hujan deras seperti ini aku pasti mengendarai motor dengan pelan karena jarak pandang yang tak begitu jelas. Namun seketika aku lupa dengan waktu yang harus kukejar. Karena ada tujuan yang sangat aku nantikan. Memang hujan mampu menenangkanku dengan caranya sendiri.


Aku sangat menikmati perjalananku yang aku lalui setiap hari walau selalu sendiri hehe, ditambah hujan deras yang berhasil membuatku kembali tersenyum. Aku teramat menikmatinya. Tak tahu aku sudah sampai mana karena aku ingin sekali selalu dengan utuh menikmati hujan yang turun ditemani dengan nyanyian-nyanyian rancu dari mulutku.


Seakan terbawa dengan ketenangannya. Padahal tubuhku menggigil kedinginan, aku tak berani membuka kaca helmku tapi tetap kubuka saat di lampu merah, aku tak sadar jika sudah sampai di Jalan Kebon Jeruk. Kembali kulihat jam sudah menunjukkan pukul 16.45. Sangat mengagetkan, tersisa 15 menit, aku tak yakin bisa sampai rumah pukul 17.00. Aku tak berani ngebut karena hujan juga masih turun dengan deras.

Pelan-pelan kembali aku melanjutkan perjalanan. 


Akhirnya aku sampai rumah. Kulihat sepatu ayah sudah ada di rak sepatu. Seketika itu aku merasa kecewa pada diri sendiri, aku tak bisa menepati janjiku pada ibu jika hari ini aku pasti akan sampai rumah pukul 17.00. Karena ayah juga akan sampai rumah pukul 17.00. Aku menahan tangisan, segera aku lepas jas hujan lalu kuketuk pintu dengan tangan yang gemetar.


  "Tok . . . Tok . . . Tok . . . Assalamualaikum buuuu". Bibirku gemetar kedinginan, tiga kali aku mengetuk pintu dan mengucap salam tapi tak ada jawaban. Aku sudah kedinginan, ibu, ayah, adik ke mana yaa ? Lama sekali membukakan pintunya. Saat aku akan mengetukkan pintu kembali tiba-tiba adikku melihat dari balik jendela. Segera dibukakan pintunya.


  "Dee ibu sama ayah kemana ? Ayah sudah pulang kan ?" aku bertanya pada adikku dengan mata yang berkaca-kaca.

  "Ibu sama ayah ada di kamar kaa, kakak kedinginan lebih baik langsung mandi dan ganti bajunya nanti sakit, sini biar aku yang bawakan tas kakak"

  "Tapi deeeeee. . . mmmm bagaimana dengan kejutan untuk ayah ?" aku bertanya dengan penuh penasaran. Namun adikku hanya tersenyum dan langsung berjalan menuju ruang tengah. 

  "Lebih baik kakak mandi dulu"


Aku berjalan menuju kamar mandi dengan langkah gontai. Pasti aku membuat rencana ibu berantakan gara-gara aku tidak bisa sampai rumah tepat waktu sesuai dengan janjiku tadi pagi sebelum berangkat kuliah. Setelah aku mandi, aku melihat adik sedang asyik dengan handphonenya duduk di kursi yang ada di pojok ruang tengah. Sementara mataku masih mencari ibu dan ayah.


  "De ibu sama ayah masih di kamar ?" adikku tidak menjawabnya, hanya mengangguk. Semakin membuat aku heran, tidak biasanya ibu atau ayah masih ada di kamar padahal aku sudah pulang. Dan sebentar lagi juga Magrib. Mungkin ada hal penting yang di bicarakan. Tapi tetap saja aku merasa belum bisa tenang jika aku belum mencium tangan ibu dan ayah.


Aku melihat jam dinding, sudah menunjukkan pukul 17.50. Dengan harap-harap cemas aku menuju dapur. Badanku masih menggigil kedinginan. Kubuka lemari piring, mencari gelas untuk membuat teh hangat. Tiba-tiba kulihat kue ulang tahun tergeletak di sana. Aku tersenyum lebar, tandanya ibu belum memberikan kejutan untuk ayah. Sambil menuangkan teh, gula dan air panas aku menghela nafas. 


Aku duduk di kursi dapur sembari meminum teh hangat agar dapat menghangatkan badanku yang kedinginan karena hampir satu jam kehujanan saat perjalanan pulang. Tiba-tiba dari belakang kurasakan tangan mengusap pundakku perlahan. Segera aku menengok, dan ternyata ibu.


"Kamu sudah pulang nak ? Kehujanan yaa ?, tadi adikmu ke kamar ibu waktu kamu sedang mandi" sambil tersenyum tipis, ibu seperti menahan rasa kecewa.

"Buuuuu maaf yaa aku tidak menepati janjiku tadi pagi, aku tak bisa pulang tepat waktu" aku berbicara dengan nada yang pelan dan menundukkan kepalaku. Karena aku tak pernah kuat jika aku melihat wajah ibu bersedih apalagi kecewa gara-gara aku.

"Tidak apa-apa nak, lagi pula ayahmu belum pulang"

"Haaaaa ayah belum pulang bu ? Ta ... taapiii bu di luar, sepatu ayah ada di rak sepatu" aku bertanya keheranan, penuh pertanyaan, dan rasa sedikit kesal namun juga bahagia.

"Belum nak, Itu sepatu ayah yang lama adikmu yang meletakkannya, mau mengerjai kamu katanya karena tidak menepati janji" sambil tertawa kecil ibu terlihat senang melihatku panik.


Adikku tertawa kegirangan, sembari terus meledekku. Memang adikku satu-satunya ini bisa saja membuat kakaknya kesal tapi senang. Kadang itu yang aku rindukan ketika adikku tidak ada di rumah. Karena adikku menempuh pendidikan menengah pertamanya di pesantren, hal seperti ini tidak dapat aku rasakan setiap hari. Kebetulan adikku sedang libur jadi dia pulang ke rumah. Apalagi tahu ayahnya hari ini ulang tahun. Dia kelihatan semangat, ketika libur tiba langsung pulang ke rumah. Walau jarak pesantren dengan rumah dekat karena masih di Jakarta, bisa saja aku dan orang tuaku menengoknya di pesantren namun adikku ini tidak pernah mau. Katanya "laki-laki harus punya keberanian yang besar dan jika setiap hari di tengok akan merasa malu karena teman-temannya juga tidak seperti itu".


"Buuuuu, ayah hari ini pulang jam berapa" tanyaku pada ibu agar menghentikan candaan adikku yang terus menerus meledek kakaknya.

"Habis magrib ayah sampai rumah, tadi telepon ke ibu katanya ada pekerjaan yang harus diselesaikan saat itu juga"


Adzan magrib berkumandang, adikku langsung menyuruh aku dan ibu untuk berwudu dan dengan lantangnya dia berkata agar dia yang mengimami.

"Kita salat magrib ya biar adik yang imami" sahut adikku


Selepas salat magrib, sekitar 15 menitan mengaji aku selesai duluan, sementara ibu dan adik masih mengaji, aku menuju dapur dan membuka lemari piring lalu aku mengambil kue ulang tahun yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, ibu membuatnya saat aku kuliah mmm sayang sekali aku tidak membantunya.


"Took . . . Took . . . Took . . . Assalamualaikum buuu, naaaak ayah pulang.


Aku seketika kaget mendengar suara ayah. Padahal aku sedang memandangi kue ulang tahunnya. Ibu dan adik belum selesai mengaji, aku bergegas menuju pintu depan dan membukakan pintunya lalu mencium tangan ayah.

"Ayah, sini biar kakak bawakan tasnya" ayah hanya mengerutkan keningnya sambil tersenyum.

"Ibu sama adikmu mana ?"


Belum dijawab adik sama ibu langsung menghampiri ayah, sementara aku teringat jika kuenya tergeletak di meja makan, segera aku berlari. Aaaaaaddduuuuh !! Aku terjatuh gara-gara buru-buru dan kuenya hampir saja kesenggol dan jatuh, untung aku bisa langsung menahannya.


"Kenapa kak ?" 

Ayah, ibu, dan adik ada di depanku yang tengah memegang kue ulang tahun untuk ayah, aku kebingungan karena ayah sudah melihat kuenya. Padahal ini akan menjadi kejutan.

Adikku menggeleng-gelengkan kepalanya, ibu hanya tersenyum dan ayah menepuk jidatnya.

"Maaf buuu" sambil menunjukkan wajah memelasku.

"Dasar kakak, dari dulu yang paling semangat tapi juga selalu membuat gagal rencana" sahut adik yang terlihat kesal

"Sudah tidak apa-apa" ibu hanya bilang seperti itu, aaahhh rasanya aku kesal sendiri. 


Tapi ayah menyodorkan tangannya dan membangunkanku, matanya melirik ke aku, adik dan ibu kemudian memeluk kami berempat.

"Ini bukan lagi kejutan buat ayah, tapi kakak telah mengejutkan ayah, bukan ayah saja tapi ibu dan adik juga karena tadi kita mendengar jeritan kakak yang sangat kencang, ternyata jatuh"


Aku sangat malu dan lagi-lagi membuat rencana ibu gagal. Sudah ketiga kalinya. Memang gara-gara kecerobohanku. Aku jelas melihat wajah ibu yang kecewa meskipun terlihat senyumnya tak pernah menghilang setelah melihat kejadian tadi. Aku juga jelas melihat wajah adik yang penuh kekesalan. Aku juga jelas melihat wajah ayah yang terheran-heran.


"Sudah sini kita makan kuenya sama-sama setelah itu siap-siap ganti pakaian, ayah akan mengajak kalian makan di restoran kesukaan kalian”

“Sungguh yaaah ?” Aku yang paling cepat menjawabnya. Rasanya aku memang dari dulu seperti ini. Yang paling semangat diantara ibu dan adik. 


Hari ini aku merasa sangat tidak karuan, banyak sekali kejutan-kejutan yang Tuhan berikan dari mulai di kampus, di jalan dan di rumah. Walaupun memang semuanya terlihat baik-baik saja tapi tetap rasanya semuanya ini ulah aku. Walaupun ayah,ibu, dan adik sudah tidak merasa heran melihat tingkahku. Tapi tidak apa-apa jika tidak seperti ini mungkin tidak ada keseruan di keluarga kami. Pada akhirnya hal seperti ini adalah kehangatan yang selalu dinantikanku.

calendar
24 Jan 2020 18:13
view
61
wisataliterasi
Jl. Perumahan Green Garden Blok M-4 No.12, RT.2/RW.10, Kedoya Utara, Kec. Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11520, Indonesia
idle liked
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig