Gadis Masa Lalu
Cerpen
Kutipan Cerpen Gadis Masa Lalu
Karya sujudarismanale
Baca selengkapnya di Penakota.id
Arismana
Terdengar bel berbunyi tiga kali, pertanda waktu pulang telah tiba. Murid-murid SD Setia Abadi berhamburan keluar dari ruang kelas mereka masing-masing. Seketika kegiatan belajar-mengajar yang menyita waktu dan kerap menjemukan itu, terhenti untuk dilanjutkan besok pagi. Meskipun begitu mereka tidak bosan-bosannya untuk belajar dan terus belajar meraih cita-citanya setinggi langit.
Kududuk di kursi bambu, samping teras sekolah sambil menikmati belaian lembut angin yang kerap meraba-raba wajahku dengan lembutnya. Bola mataku tidak berkedip memandang para petani menyadap karet dengan segala aktivitasnya, membuat mereka merasa wajib bekerja demi memenuhi kehidupan keluarganya. Semenjak tadi sekawanan burung Srindit enggan mengkhatamkan kicauan merdunya, menandakan masih ada kehidupan yang perlu disyukuri atas karunia yang diberikan kepada makhluk-Nya.
Hampir delapan tahun kumengabdikan hidupku dalam dunia pendidikan. Tempat dimana aku merasa dibutuhkan setiap waktu, tentang kebersamaan, saling mengisi dan melengkapi. Aku merasa bangga memiliki murid seperti Tania yang sering bertanya jika ada kesulitan dalam mata pelajaran.
“Pak Guru belum pulang ya? Biasanya Pak Guru pulang cepat, " Suara Tania mengejutkan lamunanku.
“Kemari duduk bersama bapak, pasti kamu menunggu jemputan."
"Ya Pak Guru, " Jawab Tania dengan suara pelan.
Tidak lama kemudian sosok perempuan keluar dari mobil Toyota Vios warna putih susu, menghampiri Tania. Tidak lain adalah ibunya Tania. Perempuan itu tersenyum kepadaku. Lalu masuk kedalam mobil dan hilang dibalik pintu gerbang sekolah.
"Risma Mawarni," Benakku menyebut nama itu perlahan. Kamu tidak berubah Risma, masih tetap cantik seperti dulu, senyum pipitmu yang menawan. Kini kamu semakin dewasa dan wajah keibu-ibuanmu semakin matang. Kamu sanggul rabutmu yang pernah kugagumi keindahannya waktu dulu."
Lorong yang telah lama kututup rapat-rapat, kini kubuka kembali, seperti membuka kisah yang usang di gudang lapuk di penuhi debu dan sarang laba-laba. Entah mengapa sosok Risma sering berlakaran disetiap lamunan dan lembaran hidupku yang sunyi.
"Buah hatimu Risma, sangat mirip denganmu. Suatu hari Tania akan mewarisi kecantikanmu juga."
Sewindu yang lalu, ketika aku dan Risma kuliah di Universitas yang sama dengan program studi yang berbeda, Risma di jurusan bahasa dan sastra Indonesia, sedangkan aku di program studi pendidikan matematika. Kelak lulus nanti, aku ingin meneruskan cita-cita ayahku sebagai guru Matematika, sebuah cita-cita yang menurutku cukup mulia dengan embel-embel pahlawan tanpa tanda jasa.
Di kampus Risma mahasiswi yang cerdas dan pandai. Melalui tulisan dan karya-karya berupa novel, Risma menjadi terkenal di Indonesia dan Luar Negeri, maklumlah Risma seoarang penulis novel muda yang sedang naik daun. Terkadang terbesit rasa iri di hatiku dengan prestasinya.
Aku ingin mencoba untuk mengenalnya lebih dekat. Jiwaku terkadang bergejolak, maklum Risma bunga kampus yang cantik jelita, tinggi semampai, memancarkan pesona tiada duanya, kulitnya putih dipadu rambut hitam yang tergerai indah. Banyak cowok-cowok di kampus tergila-gila kepadanya. Dengan perasaan berdebar-debar, kuniatkan untuk menyapanya.
“Selamat siang, sedang apa Risma?" Maaf aku mengganggu ya?”. Sapaku dengan gugup.”
"Sedang mengedit naskah novelku yang kesepuluh, mas. Mas kuliah di Universitas ini juga ya? Aku kok baru lihat".
"Syukurlah Risma menanggapiku sapaanku. Ini kesempatan yang harus kupergunakan dengan sebaik-baiknya". Bisikku dalam hati.
“Kenalkan namaku Rian Pratama".
Lalu aku duduk disampinya dan kemudian segera menjawab pertanyaanya yang belum aku jawab dari Risma.
“Mungkin kamu saja yang terlau sibuk dan tidak melihatku, maklumlah kamu kan penulis Novel terkenal hehe…."
" Tetapi aku sering lihat kamu mas, tanpa sepengetahuanmu” Balas Risma dengan senyum ringanya.
Dengan berjalanya waktu, kami semakin akrab dan sering bertukar pengalaman, tentang pengalaman Risma keliling Indonesia dan Luar Negeri. Diundang untuk seminar kepenulisan tingkat Nasional maupun Internasional. Terkadang akupun menceritakan pengalamanku keluargaku sebagai petani karet dan sawit.
Dengan pertimbangan yang cukup lama, akhirnya aku memutuskan melamar Risma. Risma pun menerima lamaranku. Seketika bahagia melingkari hidupku, sepertinya aku tak percaya dengan semua ini. Setelah lulus kuliah dan mendapat gelar S1. Akupun belum dapat pekerjaan dan masih mengganggur di Rumah.
“Percepat sajalah pernikahan kita, mas. Toh dengan uang simpananku kita bisa melanjutkan hidup dan membina rumah tangga kita, sambil menunggu kamu dapat pekerjaan."
“Tapi, aku harus dapat pekerjaan dulu, Risma. Aku malu pada diriku sendiri, menumpang kepopuleranmu. Mau ditaruh mana mukaku nanti, Risma."
“Terserah kamulah, Rian. Itu saran terbaik untuk hubungan kita".
Akhirnya dalam pencarian yang yang cukup panjang, aku melamar pekerjaan sebagai guru honor di SD Setia Abadi. Meski gaji guru honorer tidak seberapa, tapi aku harus mengabdikan ilmuku agar bermanfaat bagi murid-muridku, setidaknya mempertanggung jawabkan ilmu yang kuperoleh di bangku kuliah. Dan akupun mendaftar beasiswa S2 ke Luar Negeri di Departemen Komunikasi dan Informatika di Kotaku.
Hampir satu bulan, aku tak pernah sms maupun telepon Risma. Akhirnya aku dapat beasiswa kuliah S2 ke Luar Negeri. Aku harus memberi kabar bagus ini kepada Risma. Lalu handphoneku ada sms dari Risma.
“ Mas Rian, temui aku di taman seperti biasa, besok".
"Kebetulan sekali besok aku harus menemui Risma dan memberi kabar baik karena minggu depan aku sudah berangkat dan harus berpamitan dengan Risma. Dan setelah menyelesaikan S2, aku akan segera menikahinya."
“ Syukurlah mas Rian, aku senang mendengarnya, tetapi sudah terlambat".
Aku merasa bingung, apa yang sedang terjadi dengan Risma. Lalu Risma mengeluarkan sebuah surat undangan di balik tasnya.
“Ini surat undangan buat kamu, mas Rian. Datang ya. Maafkan aku, bukan aku ingin menyakiti perasaanmu. Aku harus menuruti kata orang tuaku dan aku tak mau di sebut anak durhaka. Aku dijodohkan dengan pilihan orang tuaku. Minggu depan aku menikah. Sekali lagi aku minta maaf, mas Rian."
“Apa Risma, kamu menikah?". Tanyaku bingung dan terkejut.
Seperti halilintar menyambarku di siang hari, mendengar semua penjelasan Risma.
"Mengapa kamu tidak sedikit bersabar menungguku. Sekarang zaman modern apa masih berlaku perjodohan seperti Siti Nurbaya".
“Udahlah, mas Rian. " Sambil memegang dua belah tanganku.
"Ketika cinta itu harus berakhir seperti ini, kita harus terima. Apapun yang terjadi aku masih mencintaimu, mas Rian".
Aku atur nafasku perlahan-lahan. Kuterima kenyataan ini.Tidak mungkin aku melampiaskan kemarahanku kepada Risma, nanti semakin memperkeruh keadaan saja.
“Kutunggu mas, di pernikahanku". Permintaan Risma kepadaku.
Meskipun begitu berat bagiku, melepaskan Risma. Ternyata Risma memutuskan menikah dengan orang lain.
"Ini salahku, mengapa dulu aku tidak segera menikahinya." Ucap sesalku dalam hati. "
"Besok aku harus datang kepernikahan Risma sebelum aku berangkat ke Luar Negeri."
* * *
Pernikahan Risma sangat meriah dengan tamu undangan berdesakan memberi ucapan selamat. Aku pun mulai menghampiri sang pengantin dua mempelai, bersama tamu undangan lainnya.
“Selamat menempuh hidup baru, Risma." Suaraku terbata-Bata.
“Hati-hati ya mas Rian, jaga dirimu baik-baik."
Rasa ini sudah hancur berkeping-keping, seharusnya bukan lelaki itu bersanding bersama Risma, tetapi aku yang berhak mendampingi Risma di pelaminan itu. Lalu kubergegas ke Bandara untuk segera barangkat ke Luar Negeri.
☆☆☆
Setelah menyelesaikan S2 di Luar Negeri, Akhirnya aku kembali ke tanah air dan kembali mengajar di SD Setia Abadi. Aku hanya bisa mengajar dan mengajar dan akhirnya aku diangkat menjadi guru tetap sampai sekarang.
☆☆☆
Terdengar bel berbunyi tiga kali, pertanda waktu pulang telah tiba. Murid-mirid SD Setia Abadi berhamburan keluar dari ruang kelas mereka masing-masing. Kini sosok Risma dan Tania pergi jauh dalam kehidupanku, terasa ada yang hilang, hanya tapak kepedihan yang masih tertinggal dalam hatiku. Karena segala sesuatu yang terjadi adalah rahasia Tuhan, kita hanya tinggal menjalaninya. Kabar itu mencuat di media masa, baik elekronik maupun televisi. Satu bulan yang lalu, pesawat Risma yang dutumpanginya meledak di tengah lautan menuju London. Oh..kesunyianku bertambah pekat bersama hari-hariku tanpa seorang yang berarti dalam hidupku. Semoga mereka di terima di sisi-Nya.
"Selamat jalan Risma aku akan selalu mendoakanmu dalam setiap sujudku dan se kecil Tania, semoga kau tenang disana, nak."
02 Oct 2018 17:24
73
Pekanbaru, Kota Pekanbaru, Riau
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: