Malam sudah menyapa saat aku menginjakkan kaki di rumah. Suasana rumah masih sama, sepi tanpa ada suara obrolan di ruang tamu atau bahkan televisi yang menyala seperti rumah yang lainnya. Aku mengunci pintu, berjalan ke kamar dan merebahkan tubuhku. Tanpa sadar aku terlelap dan alam bawah sadarku membawaku untuk melihat apa yang terjadi di dalam tidur lelapku.
Mimpiku membawa diriku kembali disaat aku masih kecil. Dimana aku dan kedua orangtua ku pergi bertamasya ke kebun binatang di pusat kota. Aku tersenyum, merasa bahagia dengan perjalanan kecil yang ayahku rencanakan. Tanganku menunjuk setiap binatang yang aku lihat, meminta ayahku untuk menjelaskan hewan apa itu dan apa yang ia makan, ibuku hanya diam tersenyum melihat aku yang begitu antusias.
Mimpiku berganti, menampilkan waktu dimana diriku sudah duduk di bangku sekolah dasar. Menampilkan aku yang selalu bersemangat pergi ke sekolah diantar oleh ayahku dengan sepeda motor kesayangannya. Senyumku selalu terukir sebagai tanda perpisahan saat sudah sampai di sekolah, melepas kepergian ayahku dengan lambaian tangan.
Dan lagi, mimpiku berganti. Kali ini menampilkan hal yang paling aku tidak sukai, dimana ayahku pergi dan tak lagi kembali. Air mataku mengalir deras, berusaha ikhlas melepas ia pergi. Tak ada lagi pagi hari yang indah dengan motor kesayangan ayah dan tidak ada lagi guru terbaik dalam hal mengajarkanku sejarah.
Dengan penuh kesadaran aku bangun dengan nafas yang terengah-engah. Mengusap wajahku yang basah karena air mata yang mengalir. Aku beranjak dari kasurku untuk membersihkan diri, karena aku belum sempat melakukannya. Setelah membersihkan diriku, aku mengambil peralatan sholatku, beribadah kepadaNya dan berdoa agar ia selalu menjaga ayahku disana dan selalu menguatkan diriku agar bisa menjalani hidup dengan penuh semangat, karena sumber semangatku yang lain sedang melemah.
Aku membereskan perlengkapan sholatku. Duduk diatas kasur dan mengambil ponselku yang ada di dalam tas. Mengecek pesan penting apa yang aku lewatkan dan mengucap syukur karena salah satu dari pesan penting itu adalah gaji bulananku. Aku tersenyum senang, karena akhirnya aku bisa mengirim uang lagi kepada ibuku yang ada di desa. Walau tak seberapa, setidaknya aku masih bisa mengiriminya uang daripada tidak samasekali. Lagipula,sulit untuk aku mendapatkan uang banyak dalam sebulan karena aku hanya bekerja sebagai pelayan disebuah restoran, tapi aku tetap bersyukur dengan apa yang aku punya.
Aku menutup handphoneku dan menaruhnya di atas meja di samping kasur. Lalu aku kembali merebahkan tubuhku dan berucap dalam hati “Alhamdulillah engkau masih memberiku rezeki Ya Allah, semoga engkau selalu memudahkan rezekiku agar ibuku bisa terus lancar menjalani pengobatannya. Amiin”. Dan setelahnya aku terlelap tanpa lupa mengucap doa sebelumnya.
Mimpiku kembali menyapa, tapi kali ini bukan mengulang memori masa lalu ataupun kejadian paling sedih dalam hidupku, tapi mimpi itu menampilkan aku dan ayahku yang sedang berbincang. Katanya ”terimakasih karena sudah selalu menjaga ibumu, bapak bangga padamu nak,”. Aku tak lagi menangis dalam mimpiku, tapi tersenyum karena akhirnya aku bisa menyapanya walau hanya lewat mimpi.