Keresahan Keluh Kesah
Cerpen
Kutipan Cerpen Keresahan Keluh Kesah
Karya tiaramadhina
Baca selengkapnya di Penakota.id

Mengarsir Kisah Kasih Volume 2

Bait-bait sumpahku terasa sia-sia. Terlalu cepat menjadi ria. Aku berjalan di tengah keramaian. Melewati riuhnya jalan di kota ini.

Asap rokok berbaur dengan keluh kesah semua orang, dengan ekspektasi setiap mahluk hidup, tidak terkecuali daun dan ranting yang berharap masih mampu menatap dunia esok hari, dengan segala kebusukan penghuninya, dengan apapun yang menjadi tipu muslihatnya.

Namun tak ada jalan lain selain menjalani, sebab jika ada, bumi kini pasti sudah melompong.

Atau sebenarnya ada, namun aku harus kehilangan nyawa terlebih dahulu untuk mengetahuinya. Insan penuh dosa ini berani berbuat seperti itu? Sungguh jika iya aku sesungguhnya tak pernah pantas merasakan segala nikmat, termasuk hidup, yang entah itu memang benar nikmat atau tidak, semua tergantung materi yang dipunyai.

Benar bukan? Jika tidak, lagi-lagi aku sudah kurang ajar, tapi seharusnya aku sah-sah saja menjadi kurang ajar. Aku sudah sebegitu patuh selama ini. Satu kekurangajaranku takkan berarti apa-apa bukan?

Sayangnya dunia tidak sebegitu dermawan menerima sebuah kesalahan. Aku sungguh terlalu naif memercayai penerimaan akan sebuah 'ketidaksempurnaan'.

Bahwa hal tersebut sesungguhnya hanya ada di dongeng, di karangan orang-orang yang mungkin sudah terlalu sering tersakiti. Hingga mereka tak punya cara lain selain berusaha 'tuk meyakini sesuatu yang hampir mustahil terjadi di kehidupan ini.

Setidaknya harapan masih mengudara, meski mungkin mereka tak punya tempat tujuan, sebab jalan-jalan menuju pencapaian terlalu macet dipenuhi beribu keraguan, diselak oleh banyaknya ungkapan pihak-pihak yang bahkan tidak diundang sama sekali, tetapi mereka memaksa masuk, dan naasnya, itu berhasil.

Keberhasilan itu tidak semerta-merta karena aku lemah dan sebegitu mudahnya dijatuhkan, justru mereka adalah pihak yang tidak mungkin aku hapus dari cerita ini selamanya. Iya, mereka dekat. Terlampau dekat hingga aku tak punya kuasa apapun untuk mengatur dan mengabulkan sesuatu yang aku harapkan.

Terkadang, atau bahkan sering, mereka yang terlalu dekat ialah mereka yang justru membinasakan perlahan. Apapun itu, mereka aman, dan akan selalu. Sebab semua perlindungan akan selalu ada. Sebab mereka yang paling 'mengenal'. Sebab mereka takkan 'menjatuhkan'. Sebab mereka dekat. Dan terikat.

Bahwasanya keresahan ini tak berarti apa-apa, tak akan menjadi apa-apa, selain dianggap sebagai angin lalu yang berisikan omong kosong. Sebuah keluh yang seharusnya tak pernah dilontarkan sebab tiada pula yang akan peduli, siapa pula aku? Begitu lancang memprotes sesuatu yang sudah paten, yang akan berakibat fatal jika menantangnya.

Realita yang sudah dianut turun-temurun begitu sakral, sampai-sampai argumen apapun hanya akan berakhir bumerang. Tolol! Bodoh sekali membunuh diri sendiri.

Pun sebenarnya aku dan mereka terikat dalam pemikiran 'benar' atau 'salah'. Keyakinan bahwa sesuatu tak bisa menjadi keduanya secara bersamaan.

Orang-orang selalu berkata hidup ini dinamis. Sungguh betul, sistem ini dinamis. Mahluk-mahluknya? Aku bahkan tak sanggup menjawabnya. Sebut saja aku selalu dinamis dengan tidak pernah kehabisan akal untuk menghadapi sistem yang juga tak pernah lelah menghantuiku.

Hidupku ialah untuk memenuhi ekspektasi, tuntutan, bahkan akan diri sendiri. Ya. Memang seperti itu.

Ekspektasi dan tuntutan hanya akan pamit ketika aku telah tiada. Oh tidak! Aku salah. Lidah-lidah tetanggaku pasti masih bekerja dengan rajinnya. Entah itu mengasihani, menggunjingkan, menertawakan, apapun itu. Mereka tak mengenal lelah. Kalau begitu berarti aku harus mati dalam keadaan sempurna:

- Sukses & kaya raya

- Sudah menikah

- Sudah memiliki anak

Yap. Ketiga kriteria itu sudah sempurna di negara ini. Maka ketika aku tiada, akan penuh dengan kesedihan tanpa 'penyayangan' akan sesuatu yang belum sempat kukerjakan. Lihat bukan?! Takkan pernah ada yang mampu membinasakan ekspektasi dan tuntutan. Tidak. Akan. Pernah.

Lalu, bagaimana?

.

.

.

.

Lalu, sudah dulu ya, bunga tidurku. Aku harus bangun kembali. Ekspektasi-nya dan -ku membutuhkanku. Apa boleh buat. Sampai jumpa lagi! Di angan-angan yang akan datang, yang tak pernah usai, yang selalu ada dan hidup, yang diharapkan menjadi realita. Kapan? Entahlah. Bahkan di mimpiku aku masih berharap.


#PenakotaGiveaway

21 Feb 2020 21:38
66
Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia
2 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: