Aku suka dibuat kesal, sebab rindu datang tak kenal aturan. Gemar sekali berkunjung ketika aku sedang terjaga dan sedang tidak mengerjakan apa-apa hingga tak punya pilihan lain selain merasakan rindu semakin dalam rasanya.
Aku heran mengapa rindu senekat itu, bertamu tanpa melihat waktu. Menyusup padaku, padahal baru saja kita bertemu.
Bisa tidak rindu hadir nanti saja?
Saat siang datang agar aku punya kesibukan supaya rindu tak terlalu terasa lalu cepat hilang.
Rindu itu lugu, namun sangatlah tidak lucu. Mungkin ia tidak pernah diajari membaca situasi dan waktu.
Rindu selalu berhasil menyisipkan dirimu dalam barisan lirik lagu, atau pintar sekali memunculkan bentuk wajahmu pada apa saja—bahkan pada daftar menu makanan dan buku bacaanmu.
Temu dan rindu seringkali berkonspirasi melakukan apa saja agar tumbuhnya cinta semakin besar dari biasanya.
Saat temu sedang menjalankan tugasnya, rindu akan bergelayut pada lenganku. Membuatnya terasa berat, lantas meletakkan penawar pada pelukmu.
Begitulah sejarah mengapa rindu terasa lebih ringan saat kita berbagi pelukan.