oranment
play icon
Elegi Senja
Cerpen
karya @tomypn
Kutipan Cerpen Elegi Senja
Karya tomypn
Baca selengkapnya di Penakota.id
Awan mulai menampakkan diri begitu juga dengan menetesnya embun dari daun talas dan kicauan dari sepasang burung yang hinggap pada ranting pohon terdengar begitu mesra. Saat itulah ia terlahir. Sita namanya. Ia adalah adik ku yang pertama. Aku sangatlah bahagia ketika melihat Ia dibungkus dengan kain untuk menghangatkan tubuhnya. Ia terlihat sangat mirip dengan bunda, dengan bulu mata yang lentik mengulai ke pipinya yang sedikit gemuk memerah, rambutnya yang tipis dan sangat jelas terlihat ubun-ubun yang berdetak seirama dengan jantung melalui pembuluh darahnya yang rentan. Namun, aku sedikit merasa sedih karena ketika bunda bertarung melawan maut, ayah tak sempat mendampinginya. Sebelumnya saat bunda hendak menyiapkan bekal makan siang untuk ku bawa saat latihan basket nanti, dan ketika aku mengikat tali sepatu lalu hendak pergi ke sekolah tak lama kemudian aku mendengar suara bunda yang meringis kesakitan dengan memegang perutnya yang sudah membesar sejak 9 bulan lalu. Aku langsung panik lalu menelfon ayah untuk memberitahu bahwa ibu sepertinya ingin melahirkan. Saat ku telfon ayah, ia juga terdengar tergesa-gesa, ia langsung meminta izin kepada pimpinannya.
Ayah menuju kerumah.~
Tujuh menit setelah aku menelfon ayah, aku semakin panik karena ibu terlihat semakin meringis dan menjerit merasakan sakit yang luar biasa. Aku langsung berlari menuju tetangga rumah ku untuk meminta bantuan.
"Assalamualaikum... " sambil mengetuk pintu dengan keras. Namun tak ada yang menjawabnya.
"Assalamualaikum..." kedua kalinya aku mengetuk pintu dengan keras.
"Walaikumsallam..." jawab Ibu Dava.
"ada apa nak Dinar? Sepertinya kamu terlihat sangat panik."
"emm.. Anu bu.. anu, bunda saya ingin melahirkan" jawabku memberitahu dengan sangat gugup.
"hah! yang bener? Yasudah ibu beritahu bapaknya Dava dulu, tunggu sebentar". Ia berlari menuju kamar.
"iya Bu Dava, tolong ya". Jawabku.
"yuk nak Dinar, kita ke rumah kamu dulu lalu kita bawa bunda kamu ke rumah sakit." jawab pak Anton setelah berlari dari kamarnya menuju ke arahku.
Aku dan keluarga Dava menuju ke rumahku untuk membawa bunda ke rumah sakit terdekat.
Menyalakan mesin mobil dan menuju ke rumah sakit~
Empat puluh lima menit berselang ayah sampai ke rumah, namun aku dan bunda sudah tidak ada disana. Dan tak lama kemudian, ia menelfon untuk menanyakan keberadaan ku dan bunda.
"Assalamualaikum... halo! nak kamu dan bunda sekarang dimana?"
"Walaikumsallam... Iya yah, Dinar sudah di rumah sakit yah. Tadi bunda sudah gak kuat yah, Dinar tadi minta tolong sama keluarga Dava yah. Ayah langsung kesini aja". Jawabku.
Terdengar beberapa kali suara jeritan dari balik ruang yang bertuliskan “Ruang Persalinan”. Aku hanya bisa menunggu dihadapan pintu yang tertutup rapat dengan jantung yang mulai tak karuan rasanya. Suara jeritan pun semakin keras, nampaknya itu suara yang terakhir ku dengar dari balik pintu. Keluarlah seorang dokter dari balik pintu yang ku tunggu, ku tanyakan mengenai keadaan bunda. Oh syukurlah adikku terlahir dan bunda dalam keadaan yang baik-baik saja.
*****
Tak terasa waktu sudah berjalan enam tahun, saat itulah adikku mulai perlahan hilang masa-masa kegemasannya dan ia kini mulai memasuki jenjang awal dalam pendidikan dasar. Pagi buta sekali saat matahari masih malu menampakkan dirinya yang hangat itu, aku sedang membersihkan kendaraan roda dua ku yang berselimut oleh embun karena ku tempatkan pada halaman depan rumah, aku bersiap untuk mengantarkan ia ke sekolah. Dan sesampainya disana ku tinggalkan ia di sekolah karena akupun harus berangkat menimba ilmu di Sekolah Menengah Atas. Baru seminggu menjalankan pendidikan di sekolah dasar, adikku sudah mendapatkan kabar dari sekolah bahwa adikku sering berbicara sendiri ketika di sekolah ataupun di kelas, ia selalu menyendiri diantara teman-temannya yang riang gembira layaknya kupu-kupu dan kumbang berayun diantara semerbak bunga ditaman. Adikku begitu berbeda dengan teman-temannya, akupun heran semenjak ia memasuki jenjang awal dalam pendidikan dasar itu ia selalu dalam keadaan menyendiri dan tak mau berbicara panjang lebar ataupun bermain selain denganku.
Akhir-akhir ini ia sering membuatku kesal, karena ia selalu menasehati ku. Contohnya ia selalu memberi tahu ku tentang kejadian-kejadian yang akan menimpa ku, baik itu kejadian baik maupun kejadian buruk. Misalnya ketika aku hendak berangkat ke sekolah, ia memberi tahu bahwa aku akan tertimpa musibah yaitu aku akan terjatuh dari kendaraan yang ku tunggangi. Aku tak langsung percaya dengan apa yang ia katakan, karena semua yang ia katakan hanyalah sebuah khayalan seorang anak kecil yang mempunyai jutaan bahkan milyaran imajinasi yang tinggi. Namun, kejadian itu benar-benar menimpa ku. Dalam hal ini, aku beranggapan bahwa kejadian itu hanyalah suatu kebetulan saja. Dan anenhnya, ia terus-menerus menasehati ku akan hal-hal yang akan menimpa ku. Akupun semakin heran, mengapa? Karena hal-hal yang ia katakan selalu saja benar-benar menimpa diriku. Saat itu aku terus terganggu oleh sikap adikku yang begitu ganjal dan bisa disebut juga dengan ketidaknormalan dalam diri adikku. Apa mungkin adikku diberikan kemampuan lebih oleh sang pencipta? Ah, mungkin itu hanya pikiran negatifku saja. Aku mulai membiasakan diri.~
Hari demi hari waktu pun berjalan dengan seiringnya daun yang habis tergerogoti oleh ulat. Akupun mulai terbiasa dengan tingkah laku adik ku yang ganjal itu. Karena tingkahnya yang ganjal itu aku semakin enggan berbicara ataupun bermain dengannya. Entah mengapa perasaanku merasa gundah ketika melihatnya. Sebisa mungkin aku menjauh bahkan kontak mata dengannya saja aku hindari. Namun, adikku selalu saja ingin berbicara dan bermain denganku, ia selalu berusaha mendekatiku sedekat mungkin layaknya seorang adik dengan kakaknya.
Siang itu saat aku ingin bermain basket di sekolah, baru saja aku berjalan tiga langkah dari halaman depan rumah, tiba-tiba adikku memanggil “Kakak, mau kemana? Ade ikut dong” katanya sambil berlari dari ruang tengah. “Engga liat kakak bawa bola basket? Kakak mau latihan, udah sana tidur aja kamu di rumah, repot kalo bawa-bawa kamu nanti.” Aku terus berjalan sambil memantul-mantulkan bola. “Ah, kakak…” ia menundukkan kepala lalu membalikkan badan dan berjalan kembali menuju kamarnya.
Tiba di sekolah, aku segera menuju kamar kecil untuk mengganti pakaianku dengan kostum latihan. Sesudah itu aku langsung berlai-lari mengelilingi lapangan untuk mengambil pemanasan sebelum latihan bermain basket. “Priiiiitt…” suara peluit yang lantang tiba-tiba terdengar. Oh ternyata Pak Madin sudah tiba. Ia adalah pelatih tim basket dari sekolahku, tahun lalu kami memenangkan kejuaraan basket antar sekolah tingkat provinsi berkat strategi dan arahan dari Pak Madin. Kami bergegas berkumpul menghadap Pak Madin untuk bersiap memulai latihan dan arahannya. Tiga puluh menit berselang aku bermain basket, saat aku hendak menciptakan 3 point ke dalam jaring, tiba-tiba terdengar dari tengah bangku penonton suara yang cempreng “Kakak, semangaaaat…” akupun langsung terdiam dan menoleh kearah suara itu. Ternyata suara itu adalah suara adikku yang duduk diantara teman-teman kelasku yang lain.
Teman-temanku spontan langsung tercengah bingung dan bertanya-beratanya. Aku langsung menjawab “Itu Adikku, maaf ya kalian lanjut latihan saja, aku mau menemuinya dulu.” Aku berlari menuju bangku penonton yang diduduki adikku. Aku langsung bertanya kepadanya “Heh dek, kenapa kamu ada di sini? Kok kamu bisa tahu?” tanyaku sambil mengusap keringat dan heran mengapa ia bisa tahu tempatku bermain basket. “Aku minta anterin bunda kak. Noh, bunda ada di depan.” Katanya sambil menganyunkan kedua kaki dan memakan keripik. “Oh iya kak, nih adek bawain bekal sama minum buat kakak, pasti kakak lupa bekal yang dibuat bunda engga kakak bawa, ya kaan? makanya adek kesini.” Ia tersenyum lebar. “Yaudah, pulang sana temui bunda di depan” aku langsung turun dari tengah bangku penonton dan kembali berlatih.
Kulihat adikku masih duduk di sana, padahal sudah kusuruh pulang temui bunda di depan. “Ah, sudahlah biarkan saja.” Kataku sambil meminum air mineral. “Kakak, awaaaas hati-hati…” teriaknya dengan lantang sambil berdiri dari bangku. Akupun bingung, awas kenapa? Beberapa saat kemudian saat aku melompat untuk memasukan bola basket kedalam jaring tiba-tiba aku terpeleset dan terjatuh di lantai.
Akupun semakin heran, bingung mengapa adikku selalu tahu apa saja yang akan ku alami. Sepulang dari latihan, aku langsung menanyakan kepada bunda mengapa adik selalu tahu apa saja yang akan ku alami. Bundapun mengalami hal yang sama saat di rumah. Saat bunda terkena sayatan pisau saat memasak, sebelumnya adik memberitahu ibu hati-hati ketika ingin memasak. Kejadian-kejadian tersebut langsung membuatku berfikir untuk membawa adikku ke psikeater. Sesampainya disana aku dan bunda bertemu dengan psikeater untuk menjelaskan yang dialami kami berdua terhadap adikku. Ibu Mila. Ia langsung membawa adikku keruang untuk diperiksa dan menanyakan hal-hal kepadanya. Sesudah diperiksa, aku dan bunda bertanya kepada Ibu Mila penyakit apa yang dialami oleh adikku, apakah ia mengalami kelainan. “Bu Dinar, begini…Sita mendapat kelebihan mengetahui kejadian-kejadian dimasa depan bu, bisa disebut dengan indigo.” Katanya sambil membenarkan kacamatanya yang turun. Ibuku tak kaget mendengar bahwa bidadari kecilnya itu mendapat kelebihan khusus dari sang penguasa alam, karena ia tahu ada sesuatu hal yang aneh pada putrinya itu. “Oh begitu bu, pantas saja Sita bertindak aneh dan sering menasehati semua orang yang ada dirumah”. Katanya sambil mengusap kepalaku. Aku hanya tersenyum. Lalu Ibu Mila memberitahu kami satu lagi tentang keadaan Sita adikku. “Satu lagi bu, mungkin berat untuk menerima bahwa putri ibu mempunyai tumor kecil pada bagian otaknya”. Ibuku langsung tersontak sangat kaget dan hanya berdiam mendengar hal tersebut. “putri ibu tidak boleh terlalu kelelahan dan asupan makanan benar-benar dijaga bu, untuk penangannya setiap seminggu sekali putri ibu akan saya periksa keadaan tumornya, apabila semakin membesar tumornya akan dilakukan operasi pengangkatan tumor bu, bagaimana?” Dengan menghembuskan nafas panjang ibuku hanya bisa pasrah “baik bu akan saya perhatikan lebih mengenai putri saya”.
Kami semuapun kembali pulang menuju kerumah~
Sesampainya kami dirumah, aku dan ibuku tak langsung menceritakan kepada adikku bahwa ia diberikan kelebihan tersebut oleh sang pencipta. Sedihnya lagi bahwa adikku mempunyai tumor kecil pada bagian otaknya. Sambil menjatuhkan kepala kepundak ayah, Ibu langsung menceritakan semua yang dialami oleh adikku karena ia tak sempat datang untuk mengantar ke psikeater. Ayah sangat terkejut mendegar bahwa adikku mengalami semua itu. "ini semua adalah ujian bagi keluarga kita bu, kita harus menanggapinya dengan sabar dan terus berdoa untuk kesembuhan Sita" kata ayah sambil membelai rambut ibuku yang sedang meneteskan kelenjar air matanya.
****
Kulihat matahari mulai menuju searah dahiku, terik dan kukayuh dua pedal silih berganti menuju gor tempat aku berlatih basket. Entah mengapa ditengah perjalanan aku merasa ada yang mengikuti, sesekali ku tengokan kepala kebelakang namun tak ada seorangpun, hanya ada padang ilalang yang luas dan sepeda motor yang acuh begitu saja lewat. Lagi dan lagi aku merasa hal yang sama, perasaanku semakin kuat bahwa aku telah diikuti oleh seseorang, kukayuh sepedaku hingga 30km/jam lalu kubelokan menepi kererumputan yang tingginya mencapai daguku. Aku sengaja bersembunyi dan ingin tahu siapa yang telah mengikutiku. Sekitar 5 menit aku bersembunyi tibalah seseorang yang sedang kebingungan mencari sesuatu yang hilang. Seorang anak kecil bertubuh 59cm dan berambut setengah bahu, dan ternyata itu adalah adikku. Keluarlah aku dari rerumputan dan menegor adikku "heh dek kenapa kau disini? Kau mengikuti kakak?" tanyaku sambil mengusap keringat.
"emmh... Aku khawatir aja kakak kenapa-kenapa nanti".
"gausah khawatir sama kakak dek, kakak gakan kenapa-kanapa ko, kakak akan baik-baik saja, sekarang yuk kakak anter pulang kerumah".
"tapi kak..." sambil menatapku.
"sudah, yuk kakak anter pulang, panas juga disini lagipula lumayan jauh tempat kaka berlatih dek nanti kamu kelelahan"
"yaudah deh kak" sambil menundukkan kepala.
Akhirnya kuantar adikku kembali kerumah, walaupun aku akan telat untuk berlatih basket. Sambil mengayuh sepeda masing-masing melewati padang ilalang dan melewati danau tiba-tiba adikku menoleh dan berkata "kak lain kali main yuk ke danau ituu, Sita mau banget ke danau itu adem dan sejuk kak"
"oh disitu, iya lain kali yak dek kakak sibuk latihan untuk kejuaran basket antar sekolah, kalau ada waktu luang pasti kakak sempatkan main sama kamu"
kami berdua sampai dirumah dan aku kembali mengayuh sepeda menuju tempat latihan.
Dua bulan mendekati hari kejuaraan basket antar sekolah aku semakin sibuk berlatih, tiap pulang sekolah adikku terus menanyakan kapan kita akan bermain bersama di danau itu. Aku hanya menjawab sambil tersenyum "nanti ya dek" terus berulang ku ucapkan tiga kata itu setiap adikku menanyakan hal tersebut.
Dua puluh menit menjelang berakhirnya aku berlatih basket, tiba-tiba ponselku berdering. Kulihat dilayar ponselku bertuliskan "Bunda". Bunda menelfonku.
"nar, Sita lagi sama kamu ga? Seharian dia tak ada dirumah" kata bunda terdengar sangat panik.
"tidak bunda, Sita tidak lagi sama Dinar, memangnya Bunda tak lihat Sita kemana?"
"tadi Sita hanya bilang mau main sepeda dihalaman depan nar, tapi ketika bunda lihat kehalaman depan Sita ga ada disana, bunda sudah mencari-cari kehalaman depan dan kehalaman belakang juga tidak ada, coba kamu tolong bantu cari Sita nar"
"yasudah bun, Dinar langsung izin pulang ke Pak Madin dulu untuk pulang lebih awal mencari Sita" sambil membereskan tasku, aku meminta izin kepada Pak Madin untuk pulang lebih awal.
Kukayuh sepeda ku memutari desa dengan keringat yang masih setengah menetes dari badan, menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari adikku, kulewati rerumputan dan padang ilalang, tak lama kemudian aku melihat seorang anak kecik dari kejauhan di danai setelah kulewati padang ilalang tersebut, begitu familiar anak kecil tersebut akhirnya ku dekati ia ke danau itu. Ternyata benar saja itu adalah adikku yang sedang duduk sambil memengang kapal kertas. "dek kamu ngapain disini sendirian? Bunda khawatir mencari-cari kamu dirumah" tanyaku sambil duduk disebelahnya.
"Sita bosen dirumah kak, lagian kakak selalu sibuk gabisa nemenin adek main kesini" katanya sambil menaruh kapal kertasnya diatas air danau.
"kakak kan sudah bilang kalo ada waktu luang kita bisa main, lain kali kalo mau kemana-mana bilang dulu sama bunda, ayah atau kakak ya"
"hmmm iya deh maaf kak"
"yaudah yuk kita pulang, bunda sudah khawatir menunggu dirumah"
Akhirnya kamipun sampai dirumah.~
****
Tujuh minggu berlalu menandakan semakin dekat aku dengan kejuaran basket antar sekolah. Semakin sibuk, bahkan aku tidak sempat pulang kerumah, selama kesibukanku berlatih aku tidak tahu keadaan adikku. Tiga hari menjelang kejuaraan aku menginao disekolah dan tiba-tiba aku mendapat kabar bahwa tumor adikku semakin merambat dan membesar, esok hari ia akan melakukan operasi pengangkatan tumor tersebut. Latihan ku semakin kacau, tak serius mendengar kabar adikku.
Hari dimana pengangkatan tumor adikku telah tiba, sebelumnya aku izin untuk pulang dari sekolah.
Aku berjalan gardu sekolah dan menunggu angkutan untuk menuju ke rumah sakit. 90 menit berlalu tibalah aku di rumah sakit. Kutemui ayah dan bundaku disana, kutanya mereka keadaan adikku. Ternyata adikku sedang dalam proses pengangkatan tumor adikku. Kami sekeluarga hanya bisa menunggu dan berdoa supaya proses pengangkatannya berjalan dengan lancar dan adikku selamat. 120 menit berlalu keluarlah dokter dari balik pintu yang kami tunggu, dengan sangat berat hati dokter mengatakan adikku tak bisa diselamatkan dari penyakitnya. Bundapun langsung tergeletak pingsan mendengarnya, ayahku langsung menopang bunda ku yang tergeletak itu karena sangat amat terkejut mendengarnya, aku hanya diam dan menetesakan air mata dengan deras. Keesokan harinya dengan pakaian serba hitam kami membumikan adikku. Aku sungguh tak kuat dan tak tega melihat saat bunda meneteskan kelenjar air matanya cukup untuk membasahi kembang melati yang ia taburkan dipemakan adikku. Akupun berlari menuju sepedaku, kukayuh sambil mentesnya air dari mataku. Aku menuju danau, duduk diantara senja yang hendak melambaikan tangannya, kutulis dikapal kertas ini "Elegi Senja, Sita 28 Agustus 2009." ketaruh kapal kertas diantara air yang menopang daun teratai itu, dengan perasaan sangat menyesal bahwa kemarin aku tak sempat menemanimu bermain bersama di danau ini, aku sangat menyangaimu Sita adikku.
calendar
22 May 2018 05:24
view
101
wisataliterasi
Tangerang, Kota Tangerang, Banten
idle liked
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig