Menjulang tinggi asap melampaui batas angkasa
Mereka tak pernah mendengarkan jeritan awan.
Menghirup tak lupa mengharap
Akibat janji keadilan,
Kau goyangkan kursimu, tak kau sadari disini anak cucu mati
Kau ucapkan kata selembut tisu sehingga yakin hati kami
Kau berkata tak pernah ini terjadi, realitanya belum terhenti.
Kata kau pula akan jaga ibu pertiwi, tapi kau sakiti.
Aku butuh peradilan.
Tidak lagi kudengar burung-burung bernyanyi siang ini
Terbang melepas sayap pergi jauh menjauh, selamatkan diri.
Bahkan tak sedikit dari mereka hilang harga diri.
Keadlian? Ah mungkin hanya mimpi.
Pagi ini tak kudengar lagi suara cangkul dari pak petani
Lahan garapan mereka manjadi bara api
Menyala, membakar harapan-harapannya.
Menyala, membuat mereka meronta-ronta
Menyala, membuat saudara-saudara kita terkena ISPA
Menyala tapi menggelapkan semuanya.
Cangkul, sabit, golok dan parang yang mereka gunakan
Berubah menjadi benda museum.
Terkikis Harapan mereka.
Musnah berubah menjadi musibah.
Apa kabar keadilan?
Salahkah kami atau kami yang menyalahkan
Mereka salah atau salahkan mereka, atau mereka menyalahi
Jika salah kami, kami telah berkhianat pada Ibu pertiwi.
Jika mereka salah, berarti mereka kalah dan tak ingin mengalah.
Hilanglah peradilan. Hilang pula harga diri.
Tak banyak yang dapat kami perbuat, hingga melesat pikiran jahat.
Berkhianat? Ah itu pikiran terlaknat.
Sampai mana keadilan?
Sampai kami sadar bahwa Allah lah yang maha mengetahui, bahwa kami cinta Ibu Pertiwi.
Dan siapa yang ingkar janji.
Klaten, 3 Oktober 2019