Malam yang nisbi kini bergantung pada kedua matanya, bergantung pada pandangannya yang menyinari taman-taman kota dengan segelas kopi aku berada.
Kesunyian tidak selalu sendiri, ada yang bernyanyi-nyanyi, ada yang memberi pengharapan pada tubuh-tubuh yang telah lama ditanggali.
Malam yang nisbi kini bergantung pada kedua matanya, bergantung pada senyum penyembuh luka, bergantung pada tangan-tangan yang menyembuhkan kata.
Aku ingin lebih lama berada di tubuhnya, di dalam percakapan yang tidak lagi sembunyi-sembunyi, di dalam ingatan yang akan lagi pulih kembali.
Aku ingin lebih lama berada di tubuhnya, bersama jantung hati, bersemayam di tubuh-tubuh puisi.
Bogor, 2018