GAYAHIDUP
31 Dec 2017 12:00
835
Buku Rekomendasi Akhir Pekan versi Sir Pentoel #2

Penakota.id - Pentoel Hipster Proletar, si juru bicara kami sudah begitu mafhum dengan tabiat homo sapiens di muka bumi. Apalagi perihal tahun baru dan resolusi. Pentoel bisa saja mengucapkan selamat tahun baru 1965, 1998 dan angka-angka yang kerap disebut. Karena baginya tiap tahun dan zaman selalu punya tantangan masing-masing.

Pentoel tahu bahwa di akhir tahun dan menyongsong tahun baru maka beberapa orang akan menyiapkan resolusi besar hingga di akhir tahun akan mengutuk kegagalan itu satu per satu. Berbicara resolusi tentu meliputi banyak hal. mulai dari finansial, kondisi fisik, hingga soal hubungan dengan lawan jenis. Tapi itu semua bisa kalian dapatkan di artikel lainnya kalau berbicara tentang panduan sukses menjalankan resolusi. Pentoel tidak akan berbicara itu. Ia akan bicara tentang yang asyik-asyik saja seperti buku apa saja yang kira-kira dapat membuat hidupmu tak tenang karena begitu gawat dan luhurnya gagasan dan bentuk yang disampaikan.

Maka Pentoel langsung mulai saja dari Kamu Sedang Membaca Tulisan Ini. Iya betul, tidak usah mengernyitkan dahi seperti itu lah. Kamu memang betul sekarang sedang membaca tulisan ini. Dan sekarang kamu sedang membaca tulisan Ini untuk mengetahu sekilas saja seperti apa Kamu Sedang Membaca Tulisan Ini (selanjutnya disebut Tulisan).

Eko Triono sebelum menerbitkan Tulisan, telah menerbitkan Agama Apa yang Pantas bagi Pohon-pohon? Sudahlah kamu tidak usah memijit-mijit dagumu atau membetulkan kacamatamu untuk mengetahui agama apa yang benar-benar pantas bagi pohon. Toh, itu bukan urusanmu. Agama manusia saja tidak sepatutnya untuk kita hakimi, apalagi agama pohon ya kan?

Baiklah balik lagi ke buku Tulisan. Novel atau kumpulan cerita atau apapun itu kalian bisa menyebutnya, diterbitkan oleh Basabasi. Penerbit yang tengah naik daun ini digawangi oleh Kanjeng Edi dan kawan-kawan di Jogja. Pentoel meyakini Tulisan akan menjadi buku yang berbahaya di tahun 2018. Di buku ini Eko bercerita tentang “cerita”. Tokoh-tokohnya adalah cerita itu sendiri. Tulisan Pentoel sekarang sedang bercerita sedikit tentang Tulisan. Mengapa sih Pentoel merekomendasikan untuk membaca Tulisan? Apanya yang spesial? Jadi begini handai tolanku. Di Tulisan, Eko Triono banyak sekali mengumbar teknik dan bentuk yang asyik perihal prosa. Dikotomi cerita pendek dan panjang. Resep membuat hantu, teknik metafiksi dan eksperimen bentuk yang imajinatif, soal ulangan, mengisi teka-teki silang (TTS) serta cerita yang serupa penulisan resensi buku. Jadi rasanya kayak beli gado-gado. Banyak jenis dan bergizi.

Setelah itu, Pentoel juga merekomendasikan novel teranyar Intan Paramaditha terbitan Gramedia berjudul Gentayangan. Bukan, ini bukan tentang hantu-hantu yang bersileweran di layar kaca macam pocong, jailangkung, kuntilanak dan spesies semacamnya. Gentayangan menawarkan avontur (petualangan) yang kaya akan budaya. Petualangannya ke berbagai tempat seperti New York dan lainnya, membuat Gentayangan seperti hantu kosmopolitan. Pentoel memilih buku ini karena novel dengan format "pilih sendiri petualanganmu" akan membawa kalian merasakan berada di mana-mana tanpa harus pergi ke mana-mana. Mungkin bagi kalian yang dulu begitu karib dengan Pilih Sendiri Petualanganmu terjemahan Djokolelono dan serial horornya Goosebumps, Gentayangan bisa dijadikan alternatif paling jitu.

Begitu jarang novel lokal dengan format seperti ini. Cukup membolak-balikkan halaman demi halaman, sensasi petualangan akan hadir di permukaan dan kedalaman. Tapi, tunggu. Setiap individu memiliki selera petualannya masing-masing. Petualangan tak harus selalu menantang marabahaya. Petualangan bisa juga terjadi karena konflik batin dan gegar budaya. Selain itu, Pentoel juga merasa kata ganti "kau" yang digunakan untuk merujuk pada si protagonis perempuan terasa sangat komunikatif saat dibaca. Jadi, menurut Pentoel, Gentayangan akan dengan sangat mudah untuk menggentayangi para pembaca sekalian yang awuwu.

Ketika fiksi melengkapi hidup kalian yang penuh warna dan imajinasi, maka nonfiksi hadir di tengah-tengahnya untuk melengkapi gizi dan membangun peradaban. Duileh. Pentoel tahu, nonfiksi yang bagus bukan hanya sekadar buku panduan, motivasi dan tips dan trik. Nonfiksi yang asyik juga bukan hanya memaparkan informasi lalu pergi begitu saja tanpa meninggalkan kesan mendalam. Nonfiksi yang yahud bagi Pentoel seperti mantan kekasih yang memiliki segudang prestasi namun pergi begitu saja dan meninggalkanmu di saat sayang-sayangnya. Nikahi aku, Pentoel. Aku mohon.

Buku-2

Kita mulai dari Pada Masa Intoleransi. Buku baru baginda Goenawan Mohammad (GM) ini diterbitkan oleh Ircisod, Diva Press Group. GM. Demikian akrab disapa, bukanlah pedagang Mi dengan jaringan waralaba terbesar. Bukan juga perusahaan mobil internasional asal Amrik. Ia dikenal sebagai budayawan yang sarat prestasi dan juga kontroversi. Yah begitulah hidup, bagi Pentoel harus seimbang antara Yin dan Yang. Hitam, putih dan abu-abu. GM sering memberikan ceramah, kuliah, atau sambutan dalam beberapa acara kebudayaan, juga di beberapa universitas, di dalam dan di luar negeri. Dikutip dari situs Diva Press juga status Tia Setiadi di media sosial,  Buku Pada Masa Intoleransi merupakan kumpulan teks-teks presentasi itu—di antaranya berupa terjemahan dari bahasa Inggris.

Baca juga: Buku Rekomendasi Akhir Pekan versi Sir Pentoel

Bagi Pentoel buku ini penting dan juga tidak penting. Penting karena di saat era sekarang yang terlalu overdosis kebabasan, maka orang-orang dengan seenak udel, itu pun juga kalau punya udel—gemar sekali menghakimi dan melakukan tindak persekusi. Seolah hukum bukanlah panglima, karena yang panglima tentu Pentoel sendiri. Dikatakan tidak penting, karena teks-teks tersebut mayoritas sudah dipublikasikan lewat berbagai perhelatan dan senarai. Namun, jelas. Tak semua orang dapat mendapatkan teks-teks tersebut secara cuma-cuma. Jadi, Pada Masa Intoleransi menurut Pentoel layak untuk dimiliki di tahun baru ini.

Ketika kita berbicara berbagai jenis karya fiksi entah itu prosa dan puisi, juga nonfiksi, maka tak lengkap rasanya bila kita tak membicarakan kantung keuangan sobat Pentoel yang mungkin semenjana, mungkin juga hedon luar biasa. Pentoel berbicara untuk semua kalangan, tidak ada dikotomi beberapa kubu. Nah, bila kita berbicara soal keuangan, maka buku Problem Domestik Bruto karya Lorenzo Fioramonti, Professor Ekonomi Politik di Universitas of Pretoria terbitan bisa jadi pilihan.

Kalian mungkin ada yang tahu, ada juga yang bodo amat kalau Produk Domestik Bruto (PDB) selalu digunakan sebagai indikator utama kemajuan sekaligus kesejahteraan sebuah negara. Duileh (lagi). Tapi sobat Pentoel juga harus tahu, bahwa angka-angka yang beredar itu tak semulus trek MRT dan sebagainya. Ada banyak penindasan halus lewat isu ekologi dan kompleksitas sosial. Mudahnya begini: ketika PDB dikerek cepat untuk naik tinggi, maka proses kerusakan lingkungan dan rendahnya taraf hidup rakyat akan semakin meningkat pula. Awuwu sekali bukan Problem Domestik Bruto ini?

Ya, karena Pentoel tahu, bahwa hidup tak hanya soal fiksi dan imajinasi, tapi juga harus siap menghadapi realita dan juga harus melek literasi ekonomi. Agar tahun 2018 bisa dijalani tanpa resolusi yang kian basi karena selalu diakhiri dengan penyesalan yang penuh repetisi. Unch. Awuwu. Selamat tahun baru 1945! Merdeka~ 

 

(penakota.id - glp/glp)