Bagian 10
/1/
Kau takan percaya, Nona
Dahulu ada seorang pemuda, yang menangis-nangis
Mengais-ngais rasa kasihan didepan mesin anjungan tunai
kepada uang dan orang-orang kantoran yang usai gajian
“Sudikah kiranya kisanak membeli sepatu usangku, hanya tiga ratus ribu”
Tak ada yang peduli
Lalu kepada diriku dan tabunganku
“Sudikah kiranya kisanak membeli sepatu usangku, hanya tiga ratus ribu …”
“Dirumah ada ibu yang menunggu atau kita akan tidur beratap langit esok hari”
Ibu? …
Mendengarnya, membuatku mencumbu mesin anjungan tunai dua kali
Barangkali diantara primata-primata yang ada yang kau cari-cari hari ini, pemuda
Hanya diriku yang menjadi sepenuhnya manusia
“Ini untuk kisanak dan pakai saja sepatunya untuk bekerja lusa”
“Hamba tak sanggup membalas budi anda ksatria …”
Tak apa …
Sampaikan satu-dua tawaranku dalam sejuta semogamu
Dariku yang menyelamatkanmu dan ibunda tercintamu
/2/
Kau takan percaya, Nona
Dahulu ada seorang pria paruh baya
Yang mati-matian bersepeda untuk mencarikan gawai anaknya
“Besok anak saya magang di perusahaan”
“Namun kami tak punya apa-apa, sebuah mesin penghitung bermerk intel pun tak ada”
“Sudikah kiranya den bagus memberi harga seikhlasnya untuk bingkisan sederhana hamba?”
Bapak, ini ada sedikit uang dari sisa belanjaan, tidak banyak, tak seberapa
“Lantas dengan apakah hamba harus membalasnya?”
Tak ada …
Sampaikan satu-dua tawaranku dalam sejuta semogamu
Kepada kiyai-kiyai, habib-habib, dan sunan ampel disekitar gubukmu
Dariku, untuk anakmu yang menunggu-nunggu gawai baru
/3/
Kau takan percaya, Nona
Kemaren kutemui seorang Jibril menyerupai pria tua berpeci
Yang meminta-minta dan berputar-putar di depan mesin anjungan tunai
Memanggilku :
“Wahai anak muda …,
Bisakah kau genapi uang hamba
untuk sekedar menebus air pelepas dahaga
serta …
sebagai tumbal untuk doa-doamu yang fana?”
…
Kulebihkan seribu
Lalu kusebutkan tawaranku …
“Dengan nama Tuhanku,
Selalu ada namamu
yang kerap menyelinap dan betah menginap
di setiap tawaran-tawaran itu”