Di muka gerobak mungil ku termenung.
Rapal butiran kata tuk pudarkan cintaku pada si pembuka yanng teramat agung.
Apalah daya meski si pembuka istimewa ku cinta.
Jikalau semilirku hirapkan ia penuh aksa.
Sekali lagi ku rapal kata untuk si pembuka.
Jikalau semilirku hirap kan dirimu penuh aksa.
Ajarkan aku tuk pudarkan namamu dari sekeping atma.
Untaikanlah jawab nya tuk diriku yang terlelap lama dalam asmara.
Apa iya diriku pada mu teramat ukirkan lara.
Jikalau semilir ku hirap kan mu penuh aksa.
Tentu ku untaikan jawaban tuk dirimu si pembuka.
Perihal diriku menyambung nyawa di tepi taman syurga, yang juga tempatmu menyambung nyawa.
Karena tiada tempat ku menyambung nyawa selain di taman syurga pinggir desa.
Diriku pula telah menjadi pengganti Ayah yang tlah hirap dari buana.
Bukan tuk menelusuri rapal perhatianmu.
Bukan pula tuk manjakan netra oleh wajah palapa nan daksa agam mu.
Tolong lah si pembuka.
Kita sama-sama pengganti penyambung nyawa.
Berpikirlah dewasa.
Janganlah kau hirap penuh aksa hanya karena diriku semilir tiada tara.
Camkan itu duhai si pembuka, yang telah singgah lama dalam sekeping atma.
By : Lavender.Poem