Aku pernah berangan sedalam lautan, merajut mimpi dengan bebas seolah hidup akan berjalan baik-baik saja Aku terus berharap, memupuk dan menumpuknya hingga setinggi cakrawala. Sampai aku lupa, kedua tangan mungilku tak mungkin mampu merengkuh segalanya. Sampai aku lupa, kalau kegagalan bisa saja tengah menyambutku di depan sana. Sampai aku lupa, realitas tak selalu berjalan selaras rencana.
Aku pernah mendamba seorang anak manusia, mencintainya dengan amat tergesa. Mengerahkan seluruh afeksi dan tenaga, demi meraih hatinya yang belum jelas milik siapa. Seolah segala hal yang sudah kukorbankan akan mendapat balasan. Seolah di dunia ini tak ada yang namanya penolakan. Seolah semesta akan selalu berbaik hati mempersatukan setiap insan di jagat raya dengan insan lain yang kita semogakan.
Angkuhku kadang tak tertahankan, sampai semua cita dan ingin yang kusebutkan di paragraf sebelumnya menjelma kemustahilan. Barangkali Tuhan murka, sebab jemawa yang bersemayam dalam jiwa telah melebihi batas yang la wajarkan. Dan aku kini sepenuhnya sadar, bahwa diriku yang dulu sudah keterlaluan. Tapi manusia memang begitu, bukan? Acapkali berencana sesuka hati, seperti alur takdir kita yang gariskan.