Biarlah dia hilang,
seperti janji yang pernah menempel di langit bibirnya —
kini luruh jadi debu, menari di udara:
tanpa arah, tanpa pulang.
Aku menatap sisa kata-katanya
yang bertebaran di sudut malam —
tak sempat kupungut.
Biar angin membawanya
menjadi abu, menjadi hujan.
Ada luka yang tumbuh
di antara napas dan dada,
berakar di ruang-ruang sunyi —
tempat aku pernah percaya:
dia tak akan pergi.
Tapi janji itu rapuh,
seperti asap rokok yang habis terbakar,
meninggalkan sisa bau
dan kenangan tipis
yang menempel di bantal.
Aku biarkan dia hilang —
biar namanya hanya serpih bayang
yang tak lagi kupanggil pulang.
Aku biarkan dadaku merapat
pada sunyi yang jujur —
karena kehilangan, kadang,
lebih setia daripada dia.