
Aku pernah menanam diriku di dalam hidup seseorang— menyiramnya setiap pagi dengan sabar, menunggu musim berganti bersama doa-doa yang tak pernah selesai. K...

Malam ini, aku duduk di antara dua cangkir yang mendingin, satu untukku, satu lagi untukmu— yang tak pernah benar-benar tiba, tapi masih kutunggu seolah janji bisa menyalakan api...

Ada hal-hal yang tak sempat kuucapkan, karena kutahu, kata kadang justru membuat jarak lebih panjang. Maka kubiarkan saja mataku yang bicara — pelan, ragu, ...

Kau bilang, biarlah cinta ini jadi rahasia, cukup ditanam di dada tanpa pernah tumbuh. Tapi rahasia yang kau pelihara berubah jadi ular, menggigit, menyalak di gelap kepalam...

Rindu ini berjalan tanpa alamat, mengetuk pintu-pintu asing yang tak pernah menyebut namamu. Ia duduk di bangku taman, memandangi lampu-lampu kota— seperti...

Biarlah dia hilang, seperti janji yang pernah menempel di langit bibirnya — kini luruh jadi debu, menari di udara: tanpa arah, tanpa pulang. Aku menatap sisa kata...

Mereka pertama kali bertemu di halte bus, di kota kecil yang selalu diguyur hujan saat senja datang. Rania duduk memeluk ransel, menatap basah aspal yang memantulkan lampu jalan. Bayu berdiri di sa...

Aku menunggumu di kursi yang dingin, di sudut kafe yang menua oleh sisa hujan. Kau datang di kepalaku, tapi tidak di pintu. Namamu jatuh di bibirku

Di ruang ini, kata-kata membeku, janji beterbangan, hinggap di dinding bisu. Kau bilang rindu, tapi langkahmu di mana? Kau bisik serius, tapi gerakmu ke mana? Ak...

Di jantung kota berdiri gedung kaca, megah dan dingin. Di dalamnya, para tikus berdasi berkumpul saban pagi. Mereka duduk melingkar, menjilat anggaran, meneguk kopi impor, dan berdebat bagaimana me...
