Ada hal-hal yang tak sempat kuucapkan,
karena kutahu, kata kadang justru
membuat jarak lebih panjang.
Maka kubiarkan saja mataku
yang bicara — pelan, ragu,
menyebut namamu tanpa suara.
Kau tahu, aku bukan hujan
yang pandai berpamitan.
Aku hanya mendung,
yang diam-diam mendoakan
agar langkahmu tetap teduh
meski tanpaku di sisimu.
Aku pernah ingin menahanmu,
tapi cinta,
bukankah seharusnya tak memaksa tinggal?
Maka kutulis engkau
di sela napas,
di antara pagi yang terlalu tenang
dan malam yang terlalu panjang,
agar jika takdir membiarkanmu hilang,
kau masih bisa kutemukan
dalam diam yang kucintai sejak awal.