Rindu ini berjalan tanpa alamat,
mengetuk pintu-pintu asing
yang tak pernah menyebut namamu.
Ia duduk di bangku taman,
memandangi lampu-lampu kota—
seperti mencari wajahmu di balik cahaya
yang menolak menjelma mata.
Rindu ini,
tak punya rumah,
tak punya dada untuk bersandar.
Ia hanya menjadi angin,
menyusup ke jendela-jendela gelap,
lalu hilang, tanpa pernah dipanggil.
Dan aku,
aku hanyalah peluk kosong—
menunggu sesuatu
yang bahkan tak pernah berangkat.