Ambil satu larik puisi

Dan kecupkan di kedua bibirku.

Kemarilah, aku ingin piknik denganmu!

Yuk ikut Max Richter kencan dengan biola,

Aku rindu dansa bersama Vivaldi dan kamu.

Kamu ingat kan waktu kita lihat branjangan-branjangan mengangkasa?

Aku juga gak tahu bagaimana Vaughan Williams menggerakkan mereka,

Tapi disaat itu juga anak-anak Aphrodite mengejarku!

Tapi matamu justru terpaku pada Agni.

Peksi merah yang berdansa dengan lugas seolah ingin merebutmu.

CEMBURU!

Aku.

Bolehkah aku benci Igor Stravinsky karena itu?

Untungnya Angsa Tuonela akan berdansa sebentar lagi.

Walaupun aku nggak ngerti apa yang mau disampaikan Jean Sibelius,

Aku yakin,

kita akan berdansa dengannya sampai di Tuonela nanti!

Mungkin sudah 300 surat yang dibawa oleh peksi-peksi semenjak hari itu

Entah sampai di tuhan yang mana, balasan yang aku rasakan semua berasal dari kamu.

Entah kau baca surat yang mana, peksi-peksi punya nyanyian yang sama untukmu.

Bahwa larik puisi di bibirku, hanya untuk kamu

Detak jantungku selamanya jadi irama nina bobo di telingamu

Dan lengkung bibirmu adalah nyawa bagiku.

(Ditulis sambil mendengarkan Clair de Lune, musik klasik yang ada di Twittermu!)

- TIM, Jakarta Pusat–