jikalau langit rumah telah menghitam
tak ada lagi bintang bersinar
cemburu berpijar dalam ujar
jejaring laba-laba di sudut kamar berayun lapar
jaket kusam jatuh terlempar
hambar
barangkali akan ada jawab walau berpendar
dalam sekali dalam
kukupas kulit kepalaku pelahan
hingga kusua benak kelabu
memar, lebam. mengaduh, di lembar
cacatnya aforismamu
berikan usia hari walau satu
akan kuguna bestari di ulu jantung penuh mau
berikan usia rindu meski lugu
akan kuseduh susu hangat di ilir paru nir ragu
karena engkau adalah rumahku
dengan langit hitammu, engkau masih selalu
rumahku. takkan ada perpisahan itu.
malaikat datang dan pergi, iblis-dajjal berlari-lari
kuberteduh di atapmu, abadi.
________
Malang, Juni 2015
Catatan:
Puisi ini bersama dua puisi lainnya pernah dimuat di rubrik Puisi - Media Indonesia, edisi Minggu, 13 Maret 2016