papa serupa monster buas dengan kuku-kuku dan taring panjang yang siap menerkam kapanpun ia mau.
papa merenggut habis kebahagiaan milik mama sampai habis tak bersisa.
semula, mama tak pernah tau bagaimana bentuk neraka sampai papa memberitahunya langsung.
tubuh mama hangus terpanggang namun ia terpenjara disana. apakah ada sesiapapun yang bisa membantu mama?
papa juga egois, pemarah, dan tak segan mengancam menghabisiku tatkala emosi mengendalikan kepalanya.
papa selalu menyepelekan mama dan menempatkannya menjadi pemeran terburuk di dunia ini.
papa senang menjadi orang baik dengan menjatuhkan mama.
papa sering meninggikan nada bicaranya setiap kali merasa egonya tak terpenuhi.
papa juga sering mencaci dengan kata-kata terkejam yang pernah ada di dunia ini.
pernah suatu hari, ia menuduhku perempuan murahan hanya karena aku begitu terlena bersama teman-temanku hingga larut malam.
apa yang salah?
ia juga kerap mengira aku perempuan tidak normal karena selalu sendirian. tetapi, melihatku bersama lawan jenis pun membuatnya berang.
apa yang salah?
papa selalu marah terhadap reaksi dan perasaanku.
ketika aku marah, dia akan jauh lebih marah, bahkan tak segan melayangkan kepalan tangannya tepat mengenai wajahku.
ketika aku sedih, dia juga marah, bahkan ketika aku bahagia. apa yang salah?
kalau semua perasaanku tidak diakui, untuk apa tuhan menciptakan semuanya dengan kompleks?
aku tidak dapat membuat keputusanku, atau laki-laki itu akan marah dan membabi buta.
tuhan, aku sungguh lelah.
papa selalu ingin dimengerti dan didengar, setelah semua perilaku buruknya kepadaku dan mama, ia masih ingin dihormati selayaknya patriarki tempo dulu.
kenapa papa senang mengancamku? bukankah sejak lahir ke dunia, nyawaku sudah lebih dahulu terancam?
papa selalu menyalahi mama, bahkan kini akupun korbannya.
papa selalu mendahulukan emosinya, dan lagi-lagi mama yang harus memaklumi dan meminta maaf.
selalu kutanyakan, apakah semua laki-laki seperti papa?
aku benci teriakan dengan nada tinggi itu,
aku benci diancam dan dipaksa memenuhi egonya,
aku benci kalimat-kalimat jahat itu,
aku benci semua tuduhan tak beralasan itu,
aku benci untuk selalu memaklumi perbuatan buruknya,
aku benci selalu disalahkan atas sesuatu yang bahkan bukan kehendakku,
aku benci selalu disepelekan dan direndahkan,
aku benci dipaksa untuk mengemis permohonan maaf atas sesuatu yang bukan urusanku.
dan lagi-lagi kutanyakan, apa semua laki-laki seperti papa?
dan sampai aku menulis sekarang, detik ini, tak juga kunjung kutemukan jawabannya.
semoga aku yang keliru, atau… memang aku yang harus belajar menerima kenyataan bahwa memang semua laki-laki adalah papa.