Baru saja kulewati papan bertulisan,
dengan huruf yang cukup besar namun mataku seakan enggan,
langkahku malah terus ke depan,
aku memilih untuk tidak mengidahkan perasaan.
Lalu entah mengapa tubuhku seakan digerogoti habis-habisan,
padahal ini baru beberapa langkah perjalanan.
Apakah aku salah mengambil sebuah keputusan?
Kulihat kiri dan kanan,
hanya ada sebuah jurang, sisa tulang belulang, barisan ilalang, dan batang pohon-pohon tumbang yang menjadi jawaban.
Seakan, semesta telah mengutuk tempat ini habis-habisan.
Tetapi tetap kupacu langkahku tanpa memperdulikan setiap pertanda yang bermunculan.
Apakah aku salah mengambil sebuah keputusan?
Kepalaku penuh dengan berbagai pertanyaan,
belum lagi dengan pertanda-pertanda dari semesta seakan menjadi anjuran.
Tolong hentikan,
sukma dan ragaku sedang berlawanan,
mereka menjerit meminta pertolongan,
setidaknya untuk bisa saling melepaskan,
karena kini mereka mulai merasa tersesat jauh ke dalam hutan,
namun entah mengapa ia terus melangkah ke depan dengan harapan,
menghibur sisa-sisa akal yang berserakan,
mengubur semakin dalam semua kenyataan,
meskipun telah kulihat pohon yang sama dua kali saat melewati hutan.
Apakah aku salah mengambil sebuah keputusan?
Sekarang hanya tinggal menunggu tubuhku menjadi hiasan,
menambah bagian dari tumpukan tulang-belulang tanpa arahan,
sisanya menunggu kebaikan dari Tuhan.