Pada kala langit tandas ditelan kelam; selalu kau bermukim di kepalaku
Berumah tinggal dan berhabis waktu merawatnya.
Bila pada datangmu kaujumpai pekarangan telah penuh ditumbuhi belukar, maka telah lekat pula penarah di tapak tanganmu yang berdaun kaktus
Rerumput di sana seakan permadani yang kaubentangkan untuk suatu kedatangan, binatang liar pun enggan bersarang
Kau tekun menyianginya.
Kau begitu menyukai pekarangan rumah itu, sebab di situ kau akan duduk di bangku yang tersenyum menunggu seseorang bertamu untuk kauagih segelas penuh ceritamu; seseorang itu adalah aku.
Aku tamu kurang ajar; tak bersepatu menemuimu— menggantung telinga, mata, dan bibir yang tak lagi nyala
Namun kau tak habis cerita, mulutmu gaung yang tak berujung.
Di pekarangan itu kau melimpah setitik demi setitik melubangiku yang membatu
Hidup yang keras di luar, membuat sekujur tubuh perlu sekeras batu.
Bertamu ke pekaranganmu, berada di sekeliling ceritamu.
Telah menghancurkan bebatuan dari luar yang menindihku.