Perempuan itu tak lagi menangis,
ia menyimpan hujan dalam saku bajunya
dan mengirim bau tanah basah ke alamat yang tak dikenal.
Ia tak menulis surat,
hanya menggambar punggung seseorang
di piring kosong,
lalu mencucinya sebelum makan malam.
Perempuan itu pernah jatuh cinta
pada seseorang yang tak bisa dia bunuh
juga tak bisa dia peluk—
seperti puisi buruk yang tak kunjung selesai.
Ada ruang yang tak terisi di dadanya,
yang tiap malam mengetuk-ngetuk tulang rusuk
seperti tamu yang tahu
ia tak akan pernah dibukakan pintu.