Perempuan itu tak lagi menangis, ia menyimpan hujan dalam saku bajunya dan mengirim bau tanah basah ke alamat yang tak dikenal. Ia tak menulis surat,
Aku di jok belakang, memelukmu seerat kenangan yang tak mau pulang. Hujan turun. Kota gaduh. Tapi tak ada yang lebih bising dari hatiku yang diam...
Lima menit di atas motor, hujan Bandung mencuci langit dan ingatan. Aku menggigil, tanpa jaket— tapi yang paling menusuk adalah dinginmu. Kau duduk di...
Empat tahun aku bilang: Bandung waktu itu sedang sekarat, sepi seperti nisan yang enggan dikenang. Langitnya abu-abu, dan hujan turun seperti anak-anak nakal yang melu...
Aku bangun pagi dan menemukan tubuhku masih utuh, tapi ada yang hilang dari mataku: kepercayaan, atau barangkali sisa-sisa semangat yang kemarin kutaruh di balik asbak.
Aku menyetir. Kamu tidur di sampingku, dan waktu berjalan mundur di kaca spion. Kita bilang cuma tiga hari. Cuma perjalanan. Cuma mengantar barang.
Aku—Nia. Bukan bunga dalam vas, bukan juga pita yang bisa diikat di leher siapa saja. Aku tak dilahirkan untuk dijinakkan. Jangan suruh aku duduk manis— aku...
Aku— Nia. Perempuan, katanya. Harus lembut, harus diam, harus wangi. Tapi aku bau tembakau, dan aku bangga. Asap roko...
Teriakkan aku— bukan nabi, bukan penyair rohani— aku peramal sialan dari 1920-an, dikirim bukan untuk menenangkan, tapi menampar segala yang nyaman. Kau sur...
Ada pintu masuk dalam buku ku Dimana nama suami masa depanku akan tertulis Karakter fiksi dengan sebuah karakter yang terbingkai Mungkin saja terbentuk jadi seseorang Sebuah...