Seperti sajak yang baru saja aku tulis. Lagi, masih aku baca lagi ulasan ulasan tentang kamu. Entah apa yang aku pikirkan sejak hari lalu, yang selalu aku tulis hanyalah kamu. Mungkin saja aku sedang dihasut oleh setan agar aku bisa mengingat-ingat lagi kejadian masa silam. Tentangmu, ya kamu!
Hanya hamparan rumput ilalang di tanah yang gersang jika aku melihat ke belakang. Padahal dulu ada banyak sekali taman bunga yang tumbuh mekar dengan aneka warna. Separah inikah semua yang aku tinggalkan? Sesuram inikah? Dan sepertinya memang benar apa katamu. Aku sendiri yang sudah merubahnya.
Dan diam aku disini. Bangunan kokoh para petinggi; Kastil. Yang memang tak seramai dulu waktu prajurit ku masih menetap tinggal. Disini kembali hening. Tak ada tawa, tak ada bising yang berkelanjutan. Hanya aku sendiri. Menyusuri setiap ruang yang berandai-andai dapat menemukanmu di bawah papan kayu atau di balik pintu. Nyatanya memang tak ada. Gaun putihku lusuh. Aku lelah. Aku lelah tak dapat menemukanmu lagi. Aku lelah sendiri di Kastil ini. Aku lelah dengan semua kenangan yang terus menghantuiku.
Memang benar seharusnya aku berjalan berdampingan denganmu bukan di depanmu ataupun di belakangmu. Dan inilah yang aku dapatkan jika aku berjalan di depan dan di belakangmu. Kita seperti mendapatkan sekat yang amat jauh. Pasti selalu aku yang tertinggal atau yang awal maju. Kenapa? Kenapa kita tak bisa berjalan beriringan padahal saja aku sudah menyeimbangkan langkahku? Setiap kali aku tertinggal, aku selalu saja melihat kamu sangat berada jauh didepanku lalu saat aku ada di depan, kamu tertinggal amat jauh. Dan ketika aku berhenti kau juga ikut berhenti. Sudah, aku tak akan pernah bisa disampingmu.