Sekarang sudah menuju akhir dan semua beban itu kembali lagi seperti awal mula memulai perjalanan ini
4 tahun yang lalu, masih segar dalam ingatan, masih berasa hingga sekarang. Banyak sekali remeh dan keraguan yang dihadapkan pada diri. Seolah-olah tidak akan pernah menjadi sosok apapun, seperti halnya daun rontok yang tersapu dan mengendap hingga hancur tak berguna. Segar sekali rasanya racun yang mengendap dan dipendam untuk menjadi modal untuk membakar dan menjadi sebuah kepastian.
Tak punya rekan, tak punya sosok yang tetap, dimulai sendiri dan diakhiri sendiri. Semua hanya singgah, semua hanya rekanan temporal saja. Tak ada yang menjadi sosok tetap dan membekas, mungkin kalau bertegur sapa masihlah memungkinkan, tapi lebih dari itu hanyalah rekanan temporal saja.
Hingga akhirnya, semua perjalanan ini dimulai dari diri sendiri, mengarungi lautan opini, kritisasi, fitnah, hingga cemoohan tanpa henti. Di tambah dengan perspektif tanpa bukti yang mengakar dan menjadi sebuah buah bibir.
Katanya, Setauku, Tau Ga, Ihh, Ga Dulu Deh, Up dulu, Mending Ini
Bolong sudah punggung ini, sudahlah terbanting, digrogoti pula dagingnya hingga bolong tanpa arti. Manusia itu mengerikan. Manusia pantas untuk diuji coba jika kau penasaran seperti apa manusia itu secara filosofisnya.
Habis manis sepah dibuang. Pengkhianatan demi sebuah oportunis, meninggalkan sejauh-jauhnya tanpa arti, tapi seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
DUNGU, BIADAB, BANGSAT
Jika ada beton, maka sangat adil jika ku benturkan pada wajahnya. NAJIS.
Manusia haus kekuasaan, haus akan kesempatan, haus akan pengakuan, haus untuk segala hal yang menguntungkan mereka. DASAR KOTORAN. Seolah-olah humanis padahal merupakan penjahat keji berwajah polos yang tertawa di belakang layar. Merasa sebagai King Maker, padahal hanyalah sebuah pion di dalam skenario besar.
Berwajah tebal teramat tebal, mungkin sudah terbiasa baginya. Semesta mungkin mendukung kali ini, sudah tidak pernah lagi terlihat batang hidungnya kecuali untuk ke-oportunisannya.
Sampai kapan pun, mau di bumi belahan manapun, tak akan pernah aku jumpai lagi sosok itu. Bagaikan bungkus permen yang dibuang, manisnya hanya dia sendiri yang habiskan dan sisanya hanya menjadi sebuah bungkus untuk menutupi agar dirinya tetap terkesan rapi dan baik. BANGSAT KAU. BIADAB. TAK BER-ETIKA
Tak ada bedanya dengan sistem pemerintah.
Pada akhirnya, perjalanan ini menjadi sebuah horizon. Apa yang dimulai maka diakhir akan memiliki beberapa kesamaan. Sendiri sepertinya menjadi hal wajib yang dimiliki, entah seberapa lama itu akan bertahan, namun suatu saat perlahan akan berkurang.
Horizon.