Aku percaya, namanya memang sudah tertulis di Lauhul Mahfudz.
Waktu itu aku sedang berjalan di jalanan yang kiri kanannya penuh dengan orang-orang yang berjualan. Mereka menawarkan beragam makanan yang tentunya sudah bosan aku coba. Tak ada yang menarik selain gerombolan orang-orang yang membeli dan berjalan bersama.
Tetapi di sini aku sendiri. Berjalan seorang diri hanya untuk berjalan tanpa tujuan, hingga aku berpikir bahwa ketika aku berjalan tujuannya menjadi berkeliling mencari udara saja. Padahal sedang menggunakan masker, udara segar mana yang bisa aku dapatkan.
Berjalan menatap ke depan, sembari melihat kiri kanan. Seringkali aku mengucapkan "Masya Allah" dalam hati karena bertemu dengan perempuan-perempuan cantik yang aku temui di jalan itu. Terlintas sejenak dalam pikiran
"Beruntung sekali, laki-laki yang mendapatkan perempuan itu. Parasnya cantik. Tetapi mungkin akan menjadi tantangan karena harus menjaganya"
Hanya begitu saja dan aku lanjut berjalan berkeliling tanpa henti. Walaupun begitu, aku juga melihat pasangan-pasangan yang saling bertukar cerita baik dengan berjalan kaki bersama, maupun ketika berada di motor. Entahlah apa yang sedang muda-mudi itu bicarakan, namun bisa aku pastikan obrolan mereka pasti berisi senda gurau dan gombalan-gombalan maut yang saling dilontarkan masing-masing. Pasti mereka bahagia sekali saat itu, walaupun tidak menampik bahwa mereka bisa saja akan putus di suatu hari nanti.
Melihat trotoar busuk buatan pemerintah kota di sini menyadarkanku bahwa berjalan kaki menjadi sangat tidak ramah di sini. Melewati got, melompati lobang jalan, jalan yang kasar yang tidak rata, para pengendara motor barbar, hingga pengemudi yang seenaknya membuang sampah di jalan. Tapi yasudahlah, mau bagaimana lagi, inilah jalan yang apa adanya.
Mengingat kembali muda-mudi yang sedang kasmaran itu, seringkali aku temui bahwa kisah mereka berakhir dengan kata putus. Padahal sudah bertahun-tahun mereka menjalin asmara. Ada yang 3 tahun, hingga ada yang 8 tahun! Entahlah apa yang telah mereka lakukan hingga bisa bertahan sejauh itu dan pada akhirnya berakhir dengan kata putus.
Padahal terlihat baik-baik saja, tetapi malah bubar. Sayang sekali. Padahal cerita hubunganya sangatlah begitu mesra. Hal tersebut sering kali terjadi sampai-sampai aku berteori kepada pasangan-pasangan yang baru jadi.
"Aalah nanti juga putus, entah kapan, tapi pasti putus (Aku, 2020)".
Walaupun teori itu kadang benar, kadang kebetulan. Tetapi mayoritas seperti itu.
Kata "putus" sudah kerapkali aku temui dan bagiku kata "putus" mengartikan bahwa dia bukanlah jodohku. Diantara mereka memiliki beberapa alasan berkenaan kenapa kita harus putus. Ada karena masih sayang dengan pasangan terdahulunya, ada yang masih takut untuk menjalani kehidupan asmara lagi, ada yang hanya untuk mengambil status sosial, ada yang merasa bosan, hingga ada yang mencari lagi sosok baru yang lebih daripada yang sekarang. Semuanya rata-rata klise, dengan alasan yang mayoritas sama.
Tapi aku tidak menutupi bahwa aku juga memiliki kekurangan. Aku tidak mengerti bagaimana sebuah love relationship itu harus berjalan, banyak sekali kekurangan yang ada pada diri ini. Hingga aku merasa pantas untuk tidak dimilki siapapun kecuali yang tertulis di Lauhul Madfuz ku.
Hingga saat ini, aku terus berjalan di trotoar dan jalanan yang jelek itu, walaupun begitu aku juga menjumpai berbagai jalan mulus walaupun tidak sering. Aku hanya berharap bahwa jalan yang aku tempuh tidaklah membuatku terlalu sulit berjalan. Terima kasih untuk siapapun yang sudah singgah dan berjumpa denganku walaupun hanya sebentar, aku yakini itu sebagai pengetahuan-pengetahuan baru yang dapat membuat diriku semakin lebih baik kedepannya. Walaupun pada akhirnya aku merasa masih kurang.
Entahlah siapa, namun aku yakin dia sudah tertulis di Lauhul Madfuz.