1/
Pada tubuh kota yang sebegitu risak;
Cacing-cacing tanah bersuara parau
Menjelma sajak-sajak kritis serupa
Para mahasiswa yang masih biru.
Merentak kayuh segara sangka
Meriakan cita pada duka dunia,
Seharusnya kita tak pula luput
Sedari asa yang menelaah cinta
2/
Begitulah bila nasionalis berbau
Perdamain digaungkan melalui
Buku-buku sajak belaka.
Namun, tanah lahirku begitu gelisah
Kala lampu kota dan trotoar memeriahkan
Kelahiran demi kelahiran dari
Tempat sampah atau selokan kota
3/
Kita masih mengkayuh segara sangka
Pada jalan-jalan yang lengang dan basah
Sedari curah hujan di pertengahan tahun
Rasa perih merisik dada kota;
Tersebab kelaparan menjelma lelap
Kala malam terasa lebih dingin
Dari pada senyum apatis pegawai kantoran
Di senin pagi.
4/
Semakin larut, karsa kita semakin membara
Mengkayuh segara sangka pada tubuh kota
Yang di wariskan sedari catatan para cendikiawan
Yang angkat senjata diusia belianya.
Lalu kita kembali resah.
Mengenang bagaimana sejarah panjang
Tentang air mata dan darah; tergenang
Gelagak necis bersiluet angkara.
5/
Pada tubuh kota yang semakin risak;
Kata dan suara menjelma sebuah hikayat
Perlawanan yang hidup dalam pelawatan
Dari jemari para pemuda; yang suaranya
Terbungkam berita acara yang katanya
Bertajuk subversif.
Yogyakarta, 2023