1/
Kala itu, hujan membaca kita.
Pada lekuk tikungan patuk;
Romansa tercipta—meliuk
Pada barisan karst selatan.
Serupa keraguanmu; terus saja
Memeluk—selaya menahan laju
Dua roda, yang tergelincir bisik
Ritmis dari kata; berhenti!.
Namun dekap yang terus saja
Menancap gas!
2/
Para hutan jati mengurung kata
Menggisik duka pada angin selatan;
Meluruhkan segala kelakianku—
Yang berkelana di ba'da jingga.
Lalu,
mimpi-mimpi menjadi usang
Tertelan laju yang pincang
Dalam kesunyian panjang;
Hingga berakhir di depan kosan.
3/
Kita bersepakat bersama duka;
Untuk melupakan tawa-tawa
Yang susah payah kubangun
Sedari pasir dan garam wediombo;
Setelahnya lanyai di tiap lamun
pada liuk lekuk—tikungan patuk.
4/
Kau meninggalkanku begitu saja
Lesap bersama embun selatan—
Lalu menghilang dalam keramaian;
Serupa seniman kaki lima di malioboro.
Lalu,
Kau kembali menyerupai waktu
Sedang aku—ialah kabut kemarau
Yang lesap dalam keheningan selatan;
Sebab kau kemilikan musim lainnya.
Begitu sajakah?
Yogyakarta, 2023