Padahal sudah tahu,
sekali masuk akan sulit menemukan jalan,
Menantang dua diri untuk masuk dari utara, satunya lagi masuk dari selatan.
Padahal pintu akhirnya hanya satu,
Berjalan ke sana ke mari,
Pucuk kepala saja tidak terlihat,
Apalagi napas kita yang sama sekali tidak bisa terendus jejaknya,
Memutar balik diri mencari jalan akhir,
Sudah terbayang lorong akhir akan lekas dijejaki,
Sudah dipastikan juga di ujung nanti mungkin si utara yang terlambat menghampiri, karena hanya satu pintu akhir yang tersedia.
Berulang kali melalui jalan yang sama dan menemukan kembali pintu utara, hanya berlalu satu diri ini,
Berulang kali pun menemukan lorong yang buntu,
Berputar kembali menghapal setapak demi setapak.
Tidak, dua diri kita belum menyerah,
masih ingin bersambut peluk saat di akhir nanti,
Kening mulai membatu, napas diri sudah mulai terengah-engah.
Panik, terlalu lama belum bertemu tanda pintu keluar,
Ego mengepung, peluh mengepul,
gelisah ingin menyelamatkan diri masing-masing,
Satu diri utara membalik arah menuju pintu pertama, sial, lupa arah selanjutnya.
Satu diri selatan, lugas menjejaki jalan masuk pertama, masih sesekali menoleh sisa sisa punggungnya. Khawatir.
Terjebak,
Utara berkabut, pulang pun hanya harap,
Tujuan tak sampai, kembali pun mustahil,
Jarak pandangnya semakin dikepung,
Berlantai cemas berpeluk kaku menunggu.
-elisk-