dahulu pernah ada, sepasang sayap yang lebih mengenal langit dari siapapun.
selalu seirama, agar tetap mengudara.
menembus pembiasan, mengungkap rahasia emas di ujung pelangi.
tidak terbang jika salah satu nya terluka.
pernah terbayangkan, akan selamanya saling mengepakkan harapan.
selalu berpikir, bahwa jika bersama petir bukan lah apa apa.
tidak pernah sadar bahwa cumulonimbus selalu mentertawakan.
menata logika secara naif, menguak mitos yang seharusnya tetap penuh tanda tanya.
terbang hingga lupa akan pulang, tidak saling mengerti, berasumsi bahwa sepasang sayap itu sama.
dua konotasi berbeda, dalam satu deduksi yang sangat sederhana.
satu sayap tetap terbang dengan riang tanpa sadar pasangan nya sudah lelah, satu sayap pulang sebagai pecundang yang tidak sanggup lagi untuk terbang.
aku lupa kita pernah berjanji, untuk selalu menjadi satu pasang sayap.
namun nyatanya kita hanya dua merpati yang terikat oleh janji hati.
rasanya tidak ingin lagi melihat dunia dari perspektif langit.
aku bahkan tidak tau lagi langit mana yang dia arungi.
merasa paling tersakiti namun nyatanya dia yang pergi, meninggalkan goresan yang tak terobati.
berasumsi layak nya aku yang membiarkan dia terbang sendiri.
tanpa tau dimana aku membumi.