betapa anggunnya, gaun mu melalang buana di antara nada
hai nirmala, izinkan ku berdansa bersamamu
malam merestui kaki kita pada pijakan yang sama
nada menggiring aku pada irama tubuh mu
berdansa bersamamu, gairah yang terjerat mendebu debu
hanya aku, namun kamu menelan nada tinggi yang tak mampu ku gapai
jemari ku menggenggam dingin nya hingga nadi ku membeku
tak hal nya kamu yang semakin panas bersama pijakan riang
selaksa fajar hingga petang, kamu membuat kalimba itu mengerang sukma
nafas mu mendorong kenyataan bersamaan dengan diri ku yang ditarik nestapa
lantas semua tanya menjadi retorika
mengapa kita berdansa sejauh arsa cakrawala
terkulai namun terlepas dari senyuman dibalik seribu yang tak tergambarkan
air mata mengalir di aliran perahu kertas yang mewakili lisan dari bunga malam
seolah buta aksara, semua putih tanpa makna konotatif
terambat alunan musik yang tertuang dalam seteguk anggur perjamuan