sampai riuh bergemuruh, sorai sorai tak kunjung usai
aku kian jauh, tanpa arah tanpa siapa siapa
ingin pulang karna hatiku terlalu takut untuk jauh dari rumah
sesak untuk menghela segelintir udara, mengingat rumah tak lagi sama
singgah menjadi satu satu nya alasan ku beristirahat sejenak
membiarkan bulan menertawakan ku karna takut akan kegelapan
lantas entitas mana yang harus ku percaya
yang memberi tanpa tau apa yang ku pertaruhkan
menegak secangkir keringat dengan bulir bulir air mata untuk melepas dahaga
sepiring seruan yang penuh hal hal naif
semua nya hanya berargumentasi tanpa berempati
semesta tak akan iba melihat aku yang sendu
hujan pun makin lihai membasahi ku, merindukan kamar penuh kehangatan
niskala yang tak henti menerpa aku yang bahkan sudah lupa nyamannya tidur tanpa ditertawakan bulan
dinding tebal yang mendengar bagaimana aku menghitung detik hingga jam, atap rendah yang menyerap tiap duka yang aku sembunyikan, pelukan yang bahkan membuatku tak ingin melihat jendela
aku ingin pulang, meski rumah hanyalah diksi untuk menggambarkan derai derita.