"Saya akan menceritakan semuanya, Nay. Cerita yang belum pernah kamu tahu."

"Alah, alasan saja kamu Mas Bay. Sudah, Nay, tinggalkan saja pecundang ulung ini. Ayo jalan, festival ikan hias akan lebih menyenangkan." serobot Fatya.

Aku mematung, enggan pergi bersama Fatya. Benar, cinta membutakanku saat ini.

"Nay, kamu amnesia sama yang udah terjadi tiga bulan lalu?" Fatya memapahku sedikit ke tepi jalan, ada jeda tiga langkah antara kami dengan Mas Bay.

"Enggak, Fat. Aku masih ingat semuanya."

"Ya sudah, ngapain kamu 'mager' di sini, seolah-olah mau dengerin excuse-nya Mas Bayan..."

"Aku merasa ada hal yang masih belum selesai antara aku dan Mas Bayan."

"Naya... Naya... Kamu buta banget ya? Naaay, Mas Bay udah ninggalin kamu dan milih orang lain buat dia nikahi. Lalu tiba-tiba sekarang dia muncul dan katanya bilang dia mau menjelaskan hal yang kamu belum tahu? Bulshit. Kenapa enggak dari dulu dia jelasin semuanya. Kenapa harus lukain kamu dulu!"

Aku terisak dan memeluk Fatya, sahabatku dari kecil. Mas Bay belum mendekat. Aku yakin, dia mendengar semua yang Fatya katakan. Mungkin dia memilih sejenak diam agar aku dan Fatya menyelesaikan urusan. Saat aku melepas pelukan dari Fatya, ia pun mendekat dengan kesayuan menggantung di wajahnya. Ia siap akan bercerita, mulutnya perlahan hendak mengeluarkan kata.


[Bersambung]