Masa Kecil
Cerpen
Kutipan Cerpen Masa Kecil
Karya fadlilahnida
Baca selengkapnya di Penakota.id
Masa kecil kuhabiskan di Bandung bersama keluarga angkat yang tak ubahnya keluarga kandung. Pada sisi itulah aku amat bersyukur. Hidupku tak terlalu menderita jika dibandingkan dengan anak angkat di belahan dunia lain atau mungkin di belahan sinema layar kaca. Terkadang, anak angkat diperankan oleh tokoh dengan penuh luka derita dari orang tua dan saudara barunya. Itu tidak berlaku dalam kehidupanku, Teman!

Di keluarga kecil inilah aku bertumbuh dengan berjuta siluet kenangan dan warna kehidupan. Aku sama sekali tidak kehilangan peran orang tua dari kecil hingga detik ini. Mama dan Papa benar-benar menjalankan pengasuhannya dengan baik dan menjadi orang tua yang utuh bagi aku dan Fatya. Mereka membagi kasih sayang dengan (berusaha) adil. Aku bangga kepada mereka.

Kurasa, Mama dan Papa telah memilih keputusan yang tepat untuk menceritakan fakta hidupku di usiaku yang ketujuh, di saat kewajiban salat telah harus serius aku tunaikan dan aku telah mulai mengerti posisi kebaikan dan keburukan dalam agama. Mereka sungguh telah menjaga rahasia dengan sangat rapi hingga tiba saatnya aku mengetahui semua dengan jelas dari orang terdekatku.

Suatu hari, usai salat magrib, kami menunggu Papa pulang dari masjid. Waktu menunggu isya biasanya diisi dengan mengaji. Aku dan Fatya bergiliran disimak oleh Mama dan Papa. Jika hari ini aku disimak Mama, maka besok bacaanku disimak Papa, begitupun seterusnya.

"Naya, Fatya, hari ini Mama mau cerita, ya..." Mama memangkuku dan mendudukanku di atas pahanya. Adapun Fatya di atas pangkuan Papa. Kami usai baca-simak Alquran saat itu. Pembukaan peti kisah rahasia selama tujuh tahun itu akan dimulai.

Mama pun berkisah dengan bahasa yang sangat santun dan lembut. Sekekali ia mengecupku dan mengelus rambutku. Saat bercerita, Mama selalu tersenyum dan tak sama sekali menunjukkan kesedihan sebagai iba. Ada butiran yang berlinang di pelupuk, namun tak ia birkan untuk jatuh melewati batas kelopak. Ekspresi Mama yang menenangkan itulah yang membawaku tetap tegar meski ada desir kesedihan yang mengalir di dada dan butiran air di sudut mata.

"Naya sayang, Mama dan Papa menyayangi Naya dengan sungguh-sungguh. Naya harus percaya itu, Nak. Seumur hidup Mama dan Papa, kami akan terus menyayangi Naya dan Fatya. Terus jadi anak yang baik, ya. Jangan pernah sedih karena orang tua Naya telah meninggal. Buktikanlah bahwa Naya adalah anak yang kuat dan hebat. Mama dan Papa sangat yakin. Dan, sekarang Naya sudah punya orang tua dan saudara baru yang akan selalu menyayangi Naya."

Sungguh, Teman, Tuhan Mahabaik dengan memberiku kepribadian yang tak gampang memberontak. Usai Mama mengakhiri kisah, aku memeluknya erat dua puluh detik. Papa dan Fatya mendekat seraya memberi pelukan yang sama. Sungguh, di malam itu aku merasakan pertama kalinya rasa syukur yang sangat! Tuhan menitipkanku kepada keluarga yang tepat, yang telah membentukku menjadi pribadi yang baik dan taat dalam waktu yang tak singkat.

"Ma, Pa, tapi Naya boleh, kan, menganggap Mama, Papa, dan Fatya keluarga kandung?" tanyaku polos sambil melepas pelukan Mama.

"Tentu, Sayang. Anggaplah kisah Mama tadi sebagai dongeng masa lalu. Sekarang kamu sudah punya keluarga baru." jelas Papa.

"Mama menceritakan kisah asli hidupnya Naya agar Naya tahu semuanya dengan jelas dari kami, Nak. Bukan dari orang lain yang mungkin belum tahu kejadian pastinya seperti apa, Sayang."

Aku mengangguk paham. Pada detik itu aku berjanji pada Tuhan untuk selalu menjadi orang baik. Ya, menjadi orang yang baik! Dan, menjadi orang baik itu ternyata tidak mudah, Kawan! Apalagi kita harus selalu baik kepada seseorang yang telah 'menyakiti'. Sungguh, butuh perjuangan untuk menaklukkan bisik hati.
11 May 2018 15:02
177
Bogor, Jawa Barat
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: