Lebih dari dua puluh empat purnama
Wajahmu tak bercahaya di antara labirin memori
Hanya saja kelebat dirimu tetap melukiskan nama
Di sajak-sajak tak berdiksi
Percuma,
tanpa maaf, monokrom itu sama seperti galagasi yang memintal tanpa henti
Bagaimana aku bisa, jika dirimu masih menempati sepetak bilik hati?