Aku adalah jiwa yang lemah dibalik raga yang kuat, keberadaanku bagai mimpi yang bersembunyi di balik angan-angan, keinginanku kuat hanya ketika ada dia sebagai pondasinya, namun kepergiannya mengubah keinginan yang kuat itu menjadi pohon besar yang mudah tumbang bila di terjang badai.
Fenomena itu mengubah dasar dari pondasi yang aku yakini, sehingga akibatnya adalah menjadikanku raga dengan jiwa yang lemah, tidak berani menghadapi badai atau hanya sebatas berdiri menahannya. Aku bersembunyi dan menghindarinya, membuatku menjadi seorang pengecut yang takut akan dunia.
Rasa takut itu menggerogoti jiwa yang dulu berani menentang dunia, entah karena kehilangan atau rasa bimbang yang membuatku seperti itu, tapi yang terus aku pertanyakan adalah tentang esensi ku. Mampukah aku bertahan dengan segala rasa dan harapan ini, atau bolehkah aku pergi dan melanjutkan hidup, karena sejujurnya rasa yang masih tersisa di hati ini tetap menetap dan tak ingin pergi dari tempatnya dulu.
Pikiran akan penyesalan dan rasa sakit membuatku seraya di kutuk oleh hidupku sendiri, membuatku merasakan kepedihan setiap harinya meski dalam hari yang cerah sekalipun. Kutukan yang terus membuat logikaku bertanya pada hati ini, “Bolehkah aku pergi?”.